chapter 5

3.4K 189 31
                                    

.
.
.
.
Jika memang ibu adalah malaikat, apakah pantas bila seorang malaikat melukai hati seorang anak yang tak patut ia lukai?
-Vian
.
.
.
.

"AMARRRRRRRR ASTAGHFIRULLAH IYE DOMBA MENI TE HUDANG HUDANG! NGGES BEURANG IYEU TEH!"(Amarrr astaghfirullah, ini domba ga bangun bangun, udah siang ini!) Teriakan ibu Amar-- Rani, yang sangat menggelegar dengan bahasa sunda yang sangat pasih itu berhasil membangunkan Amar hingga loncat dari tempat tidurnya.

Amar menatap tajam ibunya yang sedang berdecak pinggang dihadapannya, "ih ai nyai ratu meni rewas abdi yeh gustiii" (Ih nyai ratu kaget banget aku nih gustiiii) ucap Amar dengan tubuh seperti sedang meminta ampun.

"mandi sana, udah siang" Titahnya ketus karna masih kesal dengan anak satu satunya ini.

"Kin heula atu nyai" (Nanyi dulu dong nyai) Tawar Amar yang masih sangat mengantuk.

"MANDI MOAL? DI BALANGKEUN YEUH KOMPUTERNA KALUAR!" (Mandi ga? Kalau ga lempar nih komputernya ke luar!) bentak Rani menunjuk komputer yang tertata rapih di sudut kamar Amar.

"Iyaaa iyaaa mandiii ish" Balasnya kesal terlihat Amar memasuki kamar mandinya dengan jangan yang di hentak hentakkan.

Amar cenderung sangat lama ketika di kamar mandi, jika dari luar suara Amar bernyanyi akan terdengar, mungkin Amar sedang melakukan konser dengan peralatan mandinya.

Terhitung sudah 40 menit Amar di kamar mandi dan akhirnya ia keluar dengan handuk yang dililitkan di pinggangnya.

Amar berjalan ke arah meja komputernya dan mengambil gawai yang memang ia selalu menyimpannya di meja itu.

Tuuuuttt tutttt

"KASEEEPPPPP, mangkat bareng yuks"(gantenggg, berangkat bareng yuk) Pekik Amar yang sedang menelfon salah satu temannya itu dengan semangat.

"Eghhh tunggu aja" Balas temannya dengan suara yang masih serak.

"Kunaon maneh Vian, sora meni kitu?" (Kenapa lo Vian, suara nya gtu banget?) tanya Amar selidik.

"Gue baru bangun tidur" Jawab Vian masih dengan suara serak khasnya.

Amar terdengar mengendus kesal, ia kesal karna mengingat cara ibunya membangunkannya tadi.

"Heuh dasar si kasep, atos ah abdi bade dandan heula sing geulis nya" (Dasar si ganteng, udah ah gue mau dandan dulu yang cantik ya) Ucap Amar dengan nada yang di buat buat.

"Iya sayang yang cantik yaa" Ejek Vian yang membuat amar mengidig ngeri.

"Homo ih syiamah" (Homo lo!) bentak Amar kesal, dan langsung mematikan sambungan telepon nya.

°°°°

Vian membuka matanya dan meregangkan seluruh badannya yang kaku, sebab sepertinya semalam ia pingsan dan semalama tertidur di dinginnya lantai.

Gawai nya berdering keras, ia mendongak mencari gawai nya yang ia bahkan lupa menaruhnya di mana.

Mau tak mau ia bangkit mencati benda pintar berbentuk persegi panjang nya. Setelah menemukan gawainya, layarnya menampilkan nama Amar di sana, ahh untuk apa dia menelponnya pagi pagi seperti ini. Pikirnya.

"Ha-"

"KASEPPPPP......" Ayolah bahkan ucapannya terpotong karna seseorang di sebrang sana sepertinya sangat bersemangat hari ini.

"....."

"....."

"Homo ih syiamah" Ucapan itu membuat Vian tertawa keras, ia sangat suka mengejek Amar hingga membuat Amar naik pitam.

Amour • E-book ✔️✔️Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ