chapter 2

5.1K 261 17
                                    

.
.
.
.
.
.

Hari ini memang sangat aneh menurut Amar, tiba tiba saja Vian mengajaknya pergi ke kantin. Seakan ia mau menanggung resiko jika bertemu dengan banyak orang.

Vian dan Amar sedang menunggu Daniel yang kelasnya belum selesai. Sedari tadi Amar terus mengoceh tidak jelas, apapun ia bicarakan, bahkan tanaman yang berada di sekitar kelas Daniel pun ia suarakan.

"Mar tu mulut bisa diem ga sih?" Tanya Vian kesal mendengar Amar yang terus mengoceh.

Amar mendelik tak suka, "TEU BISA! TE BISA CICING URNG MAH ! Hirup na teh kudu ngomong wae ameh batur senang" (Ga bisa! Ga bisa diem gue! Hidupnya harus ngomong terus biar orang lain senang). Jawabnya tak mau kalah.

"Lo udah ngoceh mulu, sekalinya di bilangin suara lo kaya toa masjid!" Balas Vian yang tambah kesal.

"Kalian kenapa sih?" Tanya Daniel yang baru saja keluar kelas. Mari ku perkenalkan, dia adalah Daniel pria asal Bali yang memutuskan pindah ke Jakarta ikut dengan keluarganya. Daniel adalah teman Vian yang paling peduli pada Vian, jika Vian kenapa-kenapa, Daniel adalah orang yang pertama mengkhawatirkannya.

Vian dan Amar menoleh,Vian tersenyum sedangkan Amar sama sekali tidak ia masih kesal dengan Vian.

"Eta coba si Vian urng ker resep ngomong, di geunggereuh keun!"(itu si Vian gue lagi enak ngomong, disuruh diem). Ujar amarkesall. Vian menoleh dan memberikan tatapan tajam, tetapi tak mau kalah Amarpun sama memberikan tatapan yang menurutnya lebih tajam.

"Udahh jangan berantem terus elah, Yan kok lo kesini sih? Kan biasanya gue yang ke kantin sama Amar" Tanya Daniel heran.

"Mending kantin yu bareng, lo ga bosen apa mau 2thn istirahat di kelas gue?" Tanya balik Vian.

Daniel menyiritkan dahinya, bosan? Tentu saja tidak! Selagi Vian baik baik saja ia akan senang dengan hal itu.

"Yan lo mau makan apa? Lo ke kelas aja, gue ga kasih lo ke kantin" Ucap Daniel dingin bahkan sangat dingin, suasana pun menjadi tengang karnanya.

"Ah da heuras pan hulu na teh, tadi ge kadie loba nu nga bararacottttt weh ngagogoreng si Vian" ( ah kan keras kelapa, dari tadi aja kesini banyak yang pada ngomong ngejek jelekin si Vian). Ahh Vian semakin kesal pada Amar karna saat ini ia mengompori keadaan.

"MAR!" bentak Vian akhirnya.

"Naon sia?" (Apa lo?) balasnya sengit.

"Balik kelas Yan" Pinta Daniel. Vian mengendus kesal

"Nil ayolah, gue pengen bgt ke kantin, permintaan gue ga berat kok, gue cuman minta ke kantin" Bujuk Vian, Daniel tetap pada mendiriannya, ia tidak memperbolehkan Vian ke kantin.

"Nil gue mohon, klo lo gitu terus, lo anggap gue lemah Nil!" Ucapannya membuat Daniel kesal, jika ia tidak peduli ia akan membiarkan Vian kekantin sejak dulu!.

Tangan Daniel terangkat, tangannya sangat ingin memukul Vian.

"Eittt tong sok baku hantam, ngewa" (Eit, jangan berantem, ga pantes). Daniel menurunkan tangannya kesal.

"Kantin aja Yan, Mar lo temenin. Gue masuk kelas dulu" Daniel meninggalkan mereka dengan raut kecewa.

Tersisa Vian dan Amar, Vian memberikan tatapan memohon agar Amar ikut ke kantin. Hingga akhirnya permintaan Vian dikabulkan.

Amour • E-book ✔️✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang