BAB 3 - Kencan Pertama

145 52 190
                                    

Pandanganku masih terpaku di tempat parkir Smart People. Al masih belum menampakkan batang hidungnya sesenti pun. Aku khawatir kenapa sampai detik ini ia masih belum membalas chat atau menelepon balik. Ketakutanku makin menjadi ketika hujan bertambah deras. Kedua mataku rasanya tak rela mengedip demi tahu Al datang dan memarkirkan motornya.

“Mel!” Miss Rara yang baru selesai mengajar, mengagetkanku. Aku menoleh sebentar, namun tak kucemaskan tentang Miss Rara.

Anak-anak yang sudah dijemput pun berhamburan keluar untuk segera pulang. Dan aku masih diam di sini menanti Al.

“Mel, lagi nungguin siapa, sih?” Miss Rara melambaikan tangannya di depan mukaku. “Serius banget lihat ke parkiran. Siapa?”

“Nungguin Al, Miss,” jawabku dengan pikiran masih fokus ke Al.

“Udah di-chat atau telepon?”

“Udah, Miss. Tapi belum ada balasan.”

“Mungkin Al lagi kuliah. Nanti dateng, kok, pasti.” Kulihat Miss Rara membenarkan letak kacamata di wajahnya. “Kenapa, sih, kayak khawatir gitu sama Al?”

“Kasihan anak-anak udah nunggu, Miss. Biasanya, kan, juga gitu kalo guru-guru yang lain belum dateng.”

Miss Rara seperti menaruh curiga padaku. “Tapi aku lihat khawatirmu sama Al, beda, lho. Kamu naksir Al, ya?” tunjuk Miss Rara.

Lagi, aku terjebak dalam suasana yang membingungkan. Selalu saja kikuk. Aku ingin bercerita tentang hubunganku dengan Al, tetapi lidahku mendadak kelu.

Aku mendongak ke jam dinding. Sudah hampir jam tujuh malam, tetapi Al juga belum datang. Apa ia kehujanan?

Dudukku kini berpindah ke teras depan tempat bimbel. Hujan masih tak mau berhenti, sementara aku masih terus peduli. Nama Al begitu melekat dalam pikiran.

Udara mulai bertambah dingin.

“Mel, segitunya banget nungguin Al,” ujar Miss Rara menimpaliku duduk di samping kiri.

“Miss Rara nggak pulang?”

“Tapi kalo kamu naksir Al, aku dukung lho, Mel. Kamu itu cocok, kok, sama Al. Lagian, ya,” Miss Rara menatap wajahku dan membandingkannya dengan foto profil LINE Al, “kalian mirip.”

Senyumku melebar.

“Mata Al sama mata kamu mirip Mel, terus sama hidungnya juga da—”

Kucegah Miss Rara untuk bicara lebih jauh lagi. Kali ini kututupi layar ponselnya dengan tanganku. “Miss, udah, ya,” mohonku.

“Tapi, aku doain kalian berjodoh,” ucap Miss Rara cepat. Kedua tangannya diangkat ke atas. “Udah, aku nggak akan ngomong lagi.”

Selang beberapa detik ketika hujan mulai mereda, Al tiba dengan kondisi sedikit basah. Ia turun dari motor, lalu menyugar rambutnya di depan kaca spion. Tubuhnya berbalik dan seolah-olah tak percaya kalau aku sudah berada tepat di hadapannya.

Al tersenyum picik.

“Al, kamu nggak pake jas hujan?”

“Nunggu hujan reda,” jawabnya.

Aku menyentuh kemeja flanel yang dikenakannya. “Aku ambilin tisu sebentar, ya.”

“Iya.” Al mengikuti langkahku ke meja administrasi.

Kuberikan beberapa helai tisu untuk mengelap basah di tubuhnya. “Al, anak-anak udah nunggu di ruangan.” Aku menatapnya cemas.

“Mel, maafin saya, ya,” ungkapnya.

Hai, Mel!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang