BAB 6 - Kita Ini Baik-baik Saja

17 8 0
                                    

Malam ini Aca menginap di kamarku. Aku tidak yakin kalau kami akan berganti topik dalam hal pembicaraan. Dari pertama masuk ke kamarku sampai menarik selimut dan rebahan, Aca sibuk memandang ponselnya. Scroll naik turun, dan terkadang suka senyum-senyum geli sendiri.

“Ca, lo masih suka stalking cowok di Instagram?” tanyaku basa-basi.

“Masihlah.” Aca menoleh ke arahku. “Ini udah jadi hobi gue, Mel,” bangganya.

“Sampe lo punya pacar?”

Aca berdecak. “Mungkin.”

Jujur saja, aku merasa khawatir kalau tiba-tiba Aca kembali memaksaku untuk memberi tahu tentang hubunganku dengan Al. Meskipun Al tidak masalah jika orang lain tahu tentang hubungan kami, tetapi aku selalu saja merasa bila ini bukan waktu yang tepat. Bingung juga kalau misalnya harus aku deskripsikan dengan kata-kata.

“Ca, lo nggak pengin punya pacar lagi?” Bisa jadi pertanyaan ini akan menjebakku ke suatu pertanyaan yang mengarah ke hubunganku dengan Al. Namun demi mencairkan suasana dengan Aca, apa boleh buat? Aku tidak mungkin diam saja dan akan membuat Aca lebih penasaran dengan sikapku. Setidaknya sampai detik ini, Aca masih belum tahu kalau aku berpacaran dengan Al.

“Penginlah, Mel. Lagian gue masih suka cowok,” ujarnya.

“Oh.”

Bantal guling yang menjadi penyekat di antara kami berdua tampak tenang. Aku berusaha hati-hati dalam menanggapi ucapan yang akan keluar dari mulut Aca. Salah sedikit saja, habis sudah aku dilahap oleh pertanyaan atau pernyataan Aca yang bagiku belum ingin aku dengar.

Aku menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku. Kepalaku bersembunyi di bawahnya. Tentu saja aku menunggu balasan chat dari Al. Sengaja kujauhkan diri supaya Aca tidak terlalu curiga, lantas menginterogasiku dengan pertanyaan yang bukan-bukan. Ini sungguh menegangkan.

Semakin lama, kupikir Aca mulai tak betah sendiri. Biasanya kalau ia menginap, kami bisa bercerita panjang lebar tentang cowok sampai dini hari. Dan aku tak pernah menutup diri sampai suatu waktu, Al menjadi pacarku tanpa pernah kuduga. Atau mungkin, rencana Aca untuk menginap di kamarku hanya untuk memata-mataiku?

Al

Kamu belum tidur?

Belum.

Kamu lagi apa?

Baru aja habis belajar.

Oh.

Mel.

Iya?

Kalo pas tidur kamu mimpi, ajak saya dong, Mel.

Maksudnya?

Saya pengin tau aja mimpinya orang cantik kayak gimana.

Kedua sudut bibirku terangkat dan hatiku tak bisa menolak untuk ikut merasa bahagia. Baru saja ingin membalas chat, Aca tiba-tiba menarik selimutku. “Lo ngapain, Mel?” sergahnya.

“Eng-enggak.” Aku sedikit panik. Tubuhku kini kupaksa untuk sedikit lebih tenang. Ponsel yang berada di genggamanku kuselipkan ke bawah bantal agar tak terlalu kentara jika aku sedang berbalas chat dengan Al.

“Lo nyembunyiin apa?” tanya Aca penuh selidik.

Tubuhku berusaha menghalangi sikap curiga Aca. “Lo nggak tidur, Ca? Udah malem.”

Hai, Mel!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang