BAB 7 - Kode Penting

16 6 0
                                    

“Luna, tadi gimana belajar bahasa Inggrisnya sama Miss Rara?” tanyaku. “Miss Rara galak, nggak?”

Luna menatap Miss Rara seperti meminta persetujuan untuk jawaban yang akan ia sampaikan. “Baik, kok, Kak Mel. Miss Rara pinter banget bahasa Inggrisnya,” cetus Luna dengan menunjukkan jempol tangan.

“Hai, Mel.”

Sapaan tadi membuatku langsung tahu kalau itu adalah Al. Ia datang ke tempat bimbel dengan wajah ceria. Aku, Aca, Luna, dan Miss Rara begitu memperhatikan kehadiran Al yang memesona.

“Hai, Al.” Aku melambaikan tangan.

Al menarik kursi yang berada dekat dengannya dan duduk berhadapan denganku. “Apa kabar, Mel?”

“Baik,” jawabku. Aca menyenggol lenganku, yang kutangkap maksudnya sebagai kode untuk melanjutkan obrolan. Miss Rara dan Luna masih menatap wajah Al dengan saksama. “Oh, ya, kamu tumben dateng lebih awal? Udah selesai kuliah?”

“Kak Al, ya?” Luna mengulurkan tangannya pada Al dengan semangat. “Aku Luna, Kak, yang nanti jadi murid kakak.”

“Selesai kuliah, saya langsung ke sini, Mel,” jawab Al dengan menatap mataku.

Tangan Luna menunggu beberapa detik.

Al menjabat tangan Luna. “Al. Oh, ya, sampe ketemu nanti di kelas, ya,” ujar Al ramah.

“Kak Al udah punya pacar?” tanya Luna.

“Udah,” jawab Al.

“Hah?” kaget Miss Rara dan Luna berbarengan. “Siapa?”

“Sayang,” Al menyentuh tanganku, “besok jadi jalan, kan?”

“Jalan?” tanyaku bingung. Al tidak pernah memberi tahuku kalau ia akan mengajakku pergi. Ini mendadak sekali dan aku belum menyiapkan jawaban. Meski Al terus memberiku kode dengan mengedipkan mata untuk mengiakan, aku jadi bingung sendiri.

“Luna, ada yang gugup sama pacarnya,” bisik Aca kepada Luna yang masih bisa kudengar. “Miss Rara, minta Pajak Jadian,” lanjut Aca.

“Iya,” jawabku pada pertanyaan Al tadi.

Miss Rara belum pulang juga, sementara Luna masih menunggu dijemput Papanya. Aku jadi makin salah tingkah dipandang oleh banyak pasang mata di sekitarku. Ini semacam pengeroyokan jati diri lewat tatapan. Dan usahaku sekarang cuma berusaha tetap tenang.

Bahaya yang sebenarnya ada di Aca. Ia terus menggodaku dan Al. Begitu juga dengan memengaruhi Luna dan Miss Rara untuk meminta Pajak Jadian. Aku baru dengar yang namanya Pajak Jadian itu. Tadi sempat kudengar Aca bilang ‘PJ’ dan aku pikir artinya Peninggalan Jaman.

“Mel, Al,” Miss Rara menoleh ke arahku dan Al secara bergantian, “kalian beneran cocok pacaran.”

“Makasih, Miss Rara,” sambungku.

“Iya nggak, Luna?” Miss Rara mencari dukungan. “Mereka cocok banget, kan, pacaran? Ganteng dan cantik juga. Kalo udah nikah dan punya anak, pasti mirip salah satu dari mereka berdua. Lagi—”

“Ya iyalah, Miss. Masa mirip Miss Rara,” potong Aca cepat.

Luna tersenyum hambar.

“Miss Rara, kapan mau deketin Pak Bos?” godaku.

“Kamu mau balas dendam ke aku, Mel?” sebal Miss Rara. “Nyesel aku tadi godain kamu sama Al.”

“Cieee!” ucapku, Al, dan Aca kompak.

“Ya biarin cowoknya yang deketin aku. Masa ceweknya yang deketin duluan. Gengsi aku,” sungut Miss Rara.

Aca kini terlihat lebih bersemangat menggoda Miss Rara. “Miss Rara belum nikah, kan, Miss?”

Hai, Mel!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang