BAB 8 - Mimpi Begituan

26 5 8
                                    

Tubuhku terlonjak kaget. Keringatku mengucur deras. Napasku terengah-engah seperti baru menyelesaikan lari tujuh putaran keliling lapangan badminton. Aku kelimpungan setelah rasanya tidak nyaman karena bermimpi. Ini mimpi buruk yang mengejutkan. Hatiku rasanya dibuat ngilu hingga meringis tak karuan.

Kuelus lembut dadaku beberapa kali. Merasakan degup jantung yang masih saja berpacu cepat. Kuraih ponselku di atas nakas.

Pukul 02.30. Aku tak percaya bisa bangun dini hari.

Aku segera menelepon Al. Namun, tak ada respons darinya. Mungkin ia sudah tidur. Lalu kutitipkan voice note yang kuharap bisa ia terima dan dengarkan kala ia memeriksanya nanti. “Al, kamu baik-baik aja, kan?”

“Aku baik-baik aja,” gumamku. Perlahan-lahan kuhela napas, lalu mengembuskannya pelan. Begitu seterusnya kuulang-ulang dengan teratur sampai kurasakan tubuhku mulai nyaman dan sesak di dada juga berkurang. Aku akan selalu berusaha baik-baik saja.

Bunyi notifikasi chat menyadarkanku.

Aca

Mel, lo udah tidur?

Belum, kenapa Ca?

Gue telepon lo sekarang.

Benar saja, Aca lantas meneleponku. Aneh kalau misalnya harus menerima telepon terlalu pagi darinya. Mau kutolak, tetapi sahabat sendiri. Lagi pula, aku juga masih merasa tidak enak hati karena sempat menyembunyikan soal hubunganku dengan Al padanya.

“Mel, gue lagi deket sama cowok,” semangat Aca.

“Wah, bagus dong, Ca,” balasku malas karena mulai mengantuk. “Gue seneng dengernya. Akhirnya lo bisa move on juga.”

“Gue bukannya nggak bisa move on, Mel.”

“Tapi?”

“Gue itu orangnya pemilih.”

Aku mendengus sebal.

“Ca, gue barusan mimpi buruk,” tuturku.

“Bunga tidur, Mel.”

“Ah, Ca! Lo nggak asik. Gue, kan, mau cerita soal mimpi gue,” sebalku.

“Udah dulu, ya, gue mau mimpiin gebetan gue. Bye, Mel.”

“Ca!”

***

“Saya baik-baik aja, kok, Mel.”

Balasan voice note dini hari tadi sudah kuterima dari Al. Kemudian, aku bersiap untuk bersih-bersih di Smart People. Suara Al hanya kudengarkan saja, lalu beranjak mengerjakan tugas untuk mengelap kaca jendela, menyapu, membuang sampah, dan mengepel. Belum lagi harus mengecek jadwal, mengatur ruangan, dan menyiapkan jurnal untuk para guru yang mengajar hari ini. Akan tetapi nanti siang pasti dibantu Aca.

Earphone terpasang rapi di kedua telingaku. Alunan lagu-lagu kesukaan membuatku ikut bernyanyi. Senang sekali kalau aku sudah merasa sibuk seperti ini. Beban di kepala seakan-akan berkurang karena tubuhku yang sibuk bergerak membuat keringat keluar. Nyaman bekerja di sini, apalagi dengan sahabatku sendiri. Lebih nyaman lagi karena ada Al.

Selesai mengepel, aku beristirahat sebentar. Mimpi buruk itu teringat lagi dan mengganggu pikiranku. Aku terkejut karena menerima panggilan tak terjawab sebanyak 28 kali dari Al. Melewatkannya, membuatku merasa bersalah padanya. Ia pasti cemas. Niatku ingin melakukan panggilan balik, namun Al yang lebih cepat meneleponku.

“Hai, Mel.”

“Hai, Al.” Aku membalas ucapan Al dengan lemas. “Maaf, ya, tadi pagi aku ganggu.”

Hai, Mel!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang