13. After Presscon: Interview

957 92 22
                                    

Interview

Rated: PG - 17

Genre: General

Cast: Singto - Krist

Disclaimer: Peraya bukan milik saya tapi milik mereka sendiri. LGBTQ issues, mental illness.

Warning: OOC, BL, RnR, Typo.

Request by NarsyaSahitaAndityaP

Cerita ini kepikiran waktu Kit yang interview kapan hari. Ini hanya sebagai hiburan semata. Maaf jika ada salah informasi atau perkataan. Namanya juga fiksi kesalahan bisa saja terjadi.

So...keep enjoying gaess :)

***

Pukul 6 pagi itu suara alarm sangat bising berasal dari sebuah ponsel. Sangat nyaring mengudara di ruangan yang tak terlalu besar. Beriringan dengan kicau burung di luaran sana. Serta bias yang menerobos masuk dari celah jendela bertirai putih agak transparan.

Tampaknya, seorang pria yang tidur tengkurap di ranjang berseprei abu itu kehilangan kenyamanannya. Dahinya sampai berkerut. Walaupun matanya terpejam, tapi raut itu kelihatan sedang sebal nyenyaknya terganggu. Masih dengan mata terpejam, mau tak mau tangannya bergerak untuk menggerayangi dimana ponselnya berada.

Ponsel yang ada di meja nakas itu berhasil di raihnya. Mata yang terpaksa untuk terbuka mengerjap lamban. Ibu jarinya menyentuh layar ponselnya; menghentikan suara alarm.

Karena sudah pagi dan mengharuskannya untuk memulai aktivitas, akhirnya pria itu bangun setelah menggeliat dan merenggangkan badan.

.

.

.

Masih ada waktu sebelum dirinya disibukkan dengan jadwalnya sebagai seorang idol, ia meraih kamera dslr. Berencana untuk memindahkan file yang ada di dalamnya ke laptop kesayangannya.

Duduk di meja belajarnya, dia membuka laptopnya. Mulai memindahkan file yang ada di dalamnya.

Kedua sudutnya tertarik hingga sebuah lengkungan senyum manis tampak di wajahnya. Bibir memang tersenyum namun, jika ditilik lebih jelas lagi maka akan mendapati air muka yang menyiratkan kesedihan. Matanya sedikit berair membingkai retinanya bak kaca yang bening, namun tak satu pun liquidnya sampai menetes.

Kesedihan yang dirasakannya beberapa hari ini selalu tentangnya. Tentang pria yang kini gambarnya terpampang pada layar laptop 14 inchi-nya.

Slide demi slide ia pandangi dengan senyum yang sakit. Bahkan pada gambar yang terlalu close up; hasil jepretannya, ia mengulurkan tangannya menyentuh layar. Mengusap tepat pada pipi pria yang ada di layar. Seolah-olah mengusap air mata pria itu. Pria yang dicintainya.

Krist, aku selalu berpikir bahwa kamu lebih baik daripada aku dalam segala hal.
Aku belum pernah melihatmu tertekan sebelumnya.
Tapi hari itu, aku melihatmu menangis.
Jika kamu tertekan, aku akan menjadi kuat untukmu.
Mungkin aku tidak bisa banyak membantumu, tapi aku akan kuat dan sebisaku akan selalu ada untukmu.
Kapanpun, aku berusaha untukmu.
Aku menyayangimu --oh, lebih!
Aku ... aku mencintaimu.

The Story of Peraya (Kumpulan Oneshot)Where stories live. Discover now