Karena Sebuah Like

729 82 30
                                    

❤❤❤

Saat itu hadir
Saat di mana hatiku terpaut dengan-Nya
Saat itu juga Dia memberikanku seorang sahabat yang tak pernah aku duga sebelumnya
Sahabat yang akan bersama denganku ke jannah-Nya

☆Pitaloka☆

    
     Senja telah berganti malam. Sayup-sayup burung hud-hud terdengar merdu. Pitaloka menengadahkan tangannya berharap doanya akan menembus ke langit. Air matanya sampai berjatuhan. Dengan lirih, ia berkata, "Ya Allah Ya Tuhanku, aku mohon kepada-Mu, kokohkanlah aku dan hatiku ini di atas agama Islam. Matikanlah aku dalam keadaan beriman. Dan tempatkanlah aku di antara orang-orang shalih."

     Setelah selesai berdoa, Pitaloka berjalan ke meja makan. Ia temui adiknya yang tengah makan sendiri. Ia pun menghampirinya.

"Ayah dan Bunda belum pulang?" tanya Pitaloka sambil duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi adiknya.

"Belum, Kak! Kakak mau makan?" balas Iskandar, adik Pitaloka.

"Nggak, Dek, Kakak nggak laper kok!" terang Pitaloka.

     Iskandar mengangguk-angguk. Sementara Pitaloka beralih membaca buku novelnya. Membaca novel adalah kegemaran Pitaloka. Di saat ada waktu luang, ia selalu menyempatkan diri untuk membaca buku.

"Kapan ya, Kak, Ayah sama Bunda bisa perhatian lagi sama kita?" tanya Iskandar ketika Pitaloka sedang asyik menyelami dunia sastranya.

     Bukannya menjawab, Pitaloka hanya geleng-geleng kepala.

Drttt ... drtttt...

     Suara telepon genggam milik Iskandar berbunyi, menandakan bahwa ada pesan masuk. Ketika membaca pesan itu, hatinya menjadi kalut.

"Kak, aku izin keluar dulu yah!" pamit Iskandar sambil memakai jaket.

"Kamu mau ke mana?" tanya Pitaloka bingung.

"Biasa lah, Kak!" balas Iskandar sambil berlalu pergi.

     Iskandar sangat terburu-buru. Jantungnya hampir kontak karena masalah pesan itu. Ia merutuki kebodohannya karena membiarkan seseorang yang sangat dicintainya hampir pergi. Dengan kecepatan penuh, ia bergerak ke tempat itu. Tempat di mana ia dan seorang yang sangat dicintainya memulai suatu hubungan.

"Humairaaa!" jerit Iskandar sambil memeluk wanita yang sangat dicintainya.

"Lepasin aku, Iskandar. Aku mau pergi. Aku nggak bisa terus-terusan pacaran. Aku sekarang udah yakin untuk masuk pondok pesantren. Jadi biarin aku untuk bertaubat. Kalau emang jodoh, kita bakal dipertemukan lagi kok sama Allah. Percaya deh! Sekarang kamu nggak usah menghubungi aku lagi, ya! Karena di pondok yang aku tuju, santrinya nggak diperbolehkan membawa handphone. Oke, makasih kamu udah mau ketemu sama aku di bandara," ujar Humaira, kekasih Iskandar, sambil menahan air matanya yang hampir tumpah.

"Kalau kamu mau berhenti, nggak harus gini juga. Kita bisa kok putus aja. Asal kamu nggak usah pindah sekolah, apalagi sampai harus pergi jauh kaya gini!" balas Iskandar dengan mata berkaca-kaca.

"Nggak! Aku harus pindah. Dengan aku pindah ke pesantren, aku akan lebih mudah untuk move on dari kamu!" balas Humaira.

     Humaira mengusap air matanya yang sudah tak terbendung. Ia melangkahkan kakinya ke pesawat. Sejenak ia menoleh ke belakang, masih ia dapati sosok Iskandar yang berdiri dengan tegap. Ia pun melambaikan tangannya. Senyuman tipis terbit di wajahnya.

Ketika Introvert BicaraWhere stories live. Discover now