Lomba Cipta Puisi

417 38 34
                                    

❤️❤️❤️

Apa mungkin Allah mendekatkan kita lewat puisi ini?
Ataukah Allah sedang menguji kita?
Sajak-sajak puisi memang indah
Namun, tak seindah kitab yang kubaca

Aku heran, terpikuk dalam keramaian
Kulihat kau kemarin berpaling
Sendu
Apa salah aku menaruh perasaan ini padamu?

☆Pitaloka☆

Dalam rangka memperingati hari puisi nasional 28 April, Pitaloka ditunjuk untuk mewakili sekolahnya di balai dikmen. Ia akan mewakili dalam lomba cipta puisi. Gadis itu sedikit terkejut saat kepala sekolahnya sendiri yang menunjuknya kemarin. Sementara Ibnu dibuat senang dengan ditunjuknya gadis itu. Ia pun tak henti untuk memberikan semangat walau terkesan berlebihan.

Tak hanya Ibnu yang senang, Bugenvil pun merasakan kesenangan itu. Setiap istirahat siang, ia selalu menghampiri Pitaloka ke kelasnya untuk melihat perkembangan gadis itu. Apakah Pitaloka sudah berhasil menciptakan satu puisi yang bagus atau belum. Seperti siang ini, Bugenvil menghampiri Pitaloka yang sedang duduk sendirian di kelas.

"Hai, Pit, gimana, udah jadi belum puisinya?" sapa Bugenvil.

"Aku buatnya di sana aja, aku nggak mau curang," balas Pitaloka.

"Tapi aku yakin, peserta yang lain pasti buatnya juga sebelum hari H!"

Pitaloka menggeleng pelan. Ia ingat pesan ibunya agar tidak berlaku curang. Ibunya selalu mendidik keadilan pada gadis itu. Hingga remaja pun, ingatan itu masih membekas.

Perhatian! Perhatian! Pitaloka kelas XII MIPA 3 ditunggu di ruang OSIS segera! Terima kasih.

"Eh, Pit, lo dipanggil tuh, suruh ke ruangan OSIS!" ujar Bugenvil yang baru saja mendengar suara itu.

"Iya, Bugenvil. Aku ke sana dulu, yah," pamit Pitaloka.

"Oke, semangat!"

Pitaloka keluar kelas dengan sedikit cepat. Ia tak mau membuat orang-orang yang ada di sana menunggunya lama. Ketika ia berjalan di koridor IPA, ia berpapasan dengan Ibnu. Ibnu pun menyapanya. Namun, karena tak terlalu memperhatikan orang-orang yang ia temui, Pitaloka tetap berjalan tanpa menyahut Ibnu.

"Kasihan amat, Bang, kagak ada yang ngrespon," ejek Syarif dengan diikuti tawanya.

Ibnu yang tak memedulikan ucapan Syarif pun segera melangkahkan kakinya ke dalam kelas. Ia yakin bahwa Bugenvil ada di kelasnya. Karena ia hapal betul setiap siang gadis itu selalu mengunjungi sahabatnya.

"Pitaloka ke mana, Vil?" tanya Ibnu pelan.

"Dipanggil suruh ke ruangan OSIS, Nu!" balas Bugenvil lembut.

"Oke, makasih infonya," balas Ibnu singkat lalu mendudukkan diri di kursinya. Otomatis Ibnu duduk di samping Bugenvil yang menempati bangku Pitaloka.

"Sama-sama, Nu!" balas Bugenvil yang tak mengalihkan pandangannya dari Ibnu.

Bugenvil terus menatap Ibnu. Membuat Ibnu sedikit risih dan menegur gadis itu.

"Lo kenapa, Vil, dari tadi natap gue sampai segitunya?"

"Nggak papa kok, Nu. Suka aja," balas Bugenvil ramah.

"Oh." Ibnu hanya ber 'oh' ria.

Sementara di sisi lain, Pitaloka memasuki ruang OSIS dengan sedikit gugup. Saat sudah berada di dalam, Pitaloka bertambah gugup dan terkejut karena tak hanya dirinya yang dipanggil. Melainkan ada Andra juga di sana yang tengah menatap dirinya dengan lekat. Pitaloka kemudian mendudukkan dirinya di kursi usai dipersilakan oleh guru bahasa Indonesia yang bertugas mendampingi murid-muridnya yang lomba.

Ketika Introvert BicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang