Yang Mulai Merasakan Kehadiran

246 51 337
                                    

semesta
dan rasa

adalah dua hal
yang tidak bisa beriringan
ia tidak ingin manusia tertawa
lebih cepat dari ketetapannya
















Karena semesta memang tidak bisa ditebak kelakuannya, malam ini, bumi diselimuti gelap dengan dingin-dingin yang dibawa air kecil ketika dipaksa jatuh dari langit bersama rindu dan kenangan dari masa yang tidak juga lalu. Di dalam kepalanya sedang ada pertunjukkan. Di atas panggung terputar sebuah perjalanan dari segelintir tapak tilas yang menolak lupa. Sampai Dima tidak sadar kalau sudah dari tadi Zara memanggil namanya.

"Dima? Dima?"

"Eh, iya?"

"Kamu melamun," ujarnya.

"Ah, masa sih? Perasaan dari tadi aku hanya diam sambil menyangga daguku di depan jendela. Di luar sedang hujan soalnya."

"Mau aku buatin kopi? Malam ini pasti dingin."

"Tidak usah, Zara. Aku tidak terlalu suka kopi."

"Ya ampun, aku kira kamu termasuk orang-orang yang suka minum kopi sambil liat senja."

"Aku punya mag, Zara. Mana mungkin aku tega menyiksa diriku. Ah ... mungkin kalau lagi bergadang sewa PS."

"Hm ... dasar." Zara menggumam. "Sebentar lagi sotonya matang."

"Jangan diracuni. Nanti kamu kangen kalau tidak ada aku."

"Halah, omong doang."

Benar kata Zara. Malam ini dingin sekali. Sepertinya ia harus segera menutup tirai jendela dan pergi ke tengah ruang untuk mengakhiri kenangan lama dengan menuliskan yang baru. Bersama gadis yang sedang sibuk dengan soto bandung dan mangkuk itu.

"Zara, mau nonton TV?"

Zara yang sedang menyiapkan dua mangkuk soto menoleh sebentar. Setelah itu, ia kembali fokus dengan sotonya lalu membawanya ke tengah ruangan untuk dimakan bersama Dima.

"Palingan yang ada di TV cuma siaran-siaran sensasional."

"Aku suka nonton kartun."

"Jam segini mau nonton apa?" tanya Zara. Setahunya, tidak ada tayangan kartun lebih dari pukul delapan malam.

"Si kembar identik yang menggemaskan mau? Kalau nggak ada pun aku punya CD-nya, sih."

"Hah? Serius? Kamu sampai beli CD-nya?"

"Habisnya seru, sih."

"Yang nggak lulus-lulus TK itu?"

"Iya."

"Boleh, deh."

Soto bandung yang menjadi teman dua manusia saling tidak memiliki ini mengempaskan udara-udara dingin kiriman semesta yang selalu saja usil. Sebenarnya tidak ada yang istimewa. Dima dan Zara makan seadanya dan sesekali tertawa dengan siaran yang sedang mereka tonton.

Hanya saja tangan-tangan nakal Dima berhasil mencuri satu potong lobak dan daging sapi yang masih disimpan Zara untuk saat-saat penghabisan. Laki-laki itu melahapnya dengan cepat sementara Zara menatapnya tidak terima.

"Dima!"

"Ya? Kenapa, Ra?" jawabnya santai sambil menonton TV.

"Kamu nggak ngerasa berdosa, gitu?"

"Atas apa?" tanya Dima, "lagian dosa aku udah banyak. Aku lupa dosa yang mana yang aku lakuin ke kamu."

Diam-diam Zara mengeram dan mengeratkan tangannya yang sedang memegang sendok itu tidak terima. Tanpa segan sedikit pun, Zara memukul kepala bagian belakang Dima dengan sendok itu. Untung saja sendok yang sedang Zara pakai adalah sendok kayu. Jadi tidak terlalu keras. Akan tetapi tetap saja sakit.

sudah, istirahatlahWhere stories live. Discover now