Memulai Rencana Pelarian

229 46 198
                                    

Now playing:
Still Bad dreams - Faouzia

~

manusia
dan tekad

ketika
ia sudah mulai
menemukan
hal yang harus ia
lindungi














Semesta, sebenarnya apa yang membuat hati manusia menjadi begitu keras? Ke mana perginya rasa-rasa yang hangat itu? Manusia bukanlah tempat pengampunan. Manusia hanya harus saling memaafkan. Semesta ... jangan terlalu mengutuk. Kenapa mereka tidak memiliki penerimaan? Padahal, kita adalah keburukan.

Katanya, sebelum melakukan rencana pelariannya, Zara harus pulang dan bertemu dengan manusia yang paling dihindarinya. Karena hati manusia itu rapuh, ia harus benar-benar siap. Perpisahan ini bukan milik selamanya. Kebebasan yang ia inginkan juga bukan milik selamanya. Sejak lahir, manusia memang sudah terikat. Akan tetapi, setidaknya.

Zara boleh menghabiskan waktu sebanyak apa pun yang ia mau untuk berpamitan. Entah kenapa, semesta menjadi semakin rumit. Padahal ini adalah keinginannya. Namun ketika ia sudah menginjakkan kakinya kembali di rumah ini, rasanya menjadi berat lagi. Semenjak kepulangannya, Zara benar-benar tidak diacuhkan oleh Bapak. Laki-laki paruh baya itu seperti sudah benar-benar tidak peduli. Dalam hati, ia tertawa. Bukannya seperti ini lebih baik? Padahal ia sudah berusaha berbicara.

Satu pesan dari Dima adalah ketika ia sudah benar-benar siap, ia boleh meneleponnya kapan pun. Akan tetapi, Zara tersadari sesuatu. Kerena selama ini, ia tidak pernah memiliki kontak Dima berupa apa pun itu.

"Ck ... sialan emang."

***

Dima dan Hardi sedang berada di kelab yang biasa mereka datangi kerap kali ada waktu luang di sela-sela kuliahnya. Hardi lihat, Dima seperti tidak bersemangat kali ini. Biasanya, ketika pertama kali sudah menginjakkan kaki di tempat ini, Dima langsung mengeluarkan taringnya dan mencari mangsa. Tapi malam ini, kedua laki-laki itu hanya minum saja.

"Kenapa lo? Kagak biasanya cuma diam dan minum," tanya Hardi.

"Sepertinya aku akan absen lama, Di. Tolong atur alasan buatku nanti, ya."

"Lah, lo mau ke mana, Njing?"

"Aku punya rencana pelarian."

"Haha, lo kok lucu banget," ucap Hardi sambil tertawa.

"Bukan aku, sih. Tapi karena ini menarik, makanya aku iyakan."

"Cewek?"

"Yoi."

"Bangsat emang."

Dima hanya mengangkat sebelah sudut bibirnya sambil menatap Hardi. Laki-laki itu benar-benar mengejeknya.

"Awas aja pulang bawa tiga nyawa."

"Goblok."

Kemudian Dima dan Hardi tertawa bersama-sama. Sebelum pada akhirnya ponsel Dima berdering, ada satu panggilan dari nomor tak dikenal. Laki-laki itu menepuk pundak Hardi, lalu berdiri.

"Entahlah, kali ini, sepertinya aku tidak main-main dengannya. Jadi kamu tenang saja." Setelah itu, ia baru pergi.

"Cih, lagian siapa juga yang khawatir sama lo, Njing?" tanya Hardi. Akan tetapi, walau sedikit, kedua sudut bibir laki-laki itu berkedut memaksa untuk terangkat ke atas. Tidak tahu saja, karena Dima memang sosok menarik untuknya, ketika laki-laki itu berbicara seolah mempertaruhkan harga dirinya untuk menjaga satu orang wanita, ia juga turut senang.

sudah, istirahatlahWhere stories live. Discover now