Rencana Pelarian

269 51 264
                                    

Now Playing:
Bad Dreams - Faouzia

Little Note:
Gatau kenapa, walaupun arti dari lagu ini beda, tapi maknanya berasa sama buat part ini sama satu part selanjutnya.

Jadi,
Selamat membaca sambil mendengarkan:')

~

manusia
batas
perjuangan
lalu menemukan

ia tidak akan terikat
selama ia bisa berlari













Jika hati adalah pertahanan paling rapuh yang harus manusia jaga agar tidak kecewa, maka pikiran adalah penguasa adidaya yang memiliki kehendak mutlak atas perintah untuk dirinya. Ia harus menghempas segala bentuk rasa yang akan membuat hatinya menangis nanti. Padahal jauh dari lubuknya, ia adalah hal paling rentan itu sendiri.

Ia tidak tahu. Ia tidak tahu dengan apa yang sedang menyerang pikirannya saat ini sudah benar atau tidak. Akan tetapi, pertama kali dalam hidupnya, ia belum pernah merasa seyakin ini dengan dirinya sendiri. Gadis itu mengambil napas panjang, lalu mengembuskannya secara perlahan.

"Dor!"

"Astaga!"

"Hai."

"Dima ...."

"Kenapa? Terkejut?"

"Ya iyalah."

"Sedang apa? Aku lihat dari pintu gedung, kamu seperti orang yang sedang kebingungan?"

Di depan gedung fakultas memang ada sebuah taman milik salah satu unit kegiatan mahasiswa. Tidak tahulah. Tiba-tiba saja sambil menunggu Dima selesai ngampus, Zara berjalan mondar-mandir dengan segelintir pikiran yang sedang menginvasi dirinya.

"A-aku hanya sedang kepikiran sesuatu, Dima."

"Mau bercerita?"

"Bagaimana kalau di indekosmu?"

"Tidak apa. Memangnya kamu tidak akan pulang lagi?"

Zara tidak menjawab. Gadis itu menundukkan kepalanya, lalu meraih tangan Dima untuk cepat-cepat berjalan.

"Tidak tahu, yang penting kita ke sana aja dulu."

"Iya-iya."

Dima tidak tahu apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Namun, ia cukup percaya dengan intuisinya. Sebentar lagi pasti akan terjadi hal yang benar-benar menarik. Zara, laki-laki ini akan sangat menantikannya.

***

"Nah, sampai kita. Jadi, apa yang ingin kamu ceritakan?"

"Duduk dulu, kenapa? Aku capek."

"Jalan sedikit juga."

"Sedikit? Dari kampus ke indekos kamu itu jauh banget."

"Nggak sampai dua ratus meter juga."

Sempat hening, sebelum pada akhirnya Zara mengembuskan napas panjang pemecah selaput hampa di antara manusia-manusia ini.

"Dima ...."

"Ya?"

"Gimana, ya, aku ngomongnya."

"Tinggal bicara saja, Zara. Apa susahnya?"

"Ini tuh susah banget."

"Apa kamu malu? Tidak perlu seperti itu denganku."

"Iya."

sudah, istirahatlahWhere stories live. Discover now