Menemui Rahasia Paling Terkutuk

218 35 187
                                    

ada sebuah suara
yang terikat di antara hampa-hampa
yang kehilangan arah

ia berteriak
ia sangat keras berteriak
semesta, sampaikan padanya
katanya,
tolong aku












Sudah memasuki hari ke lima Dima dan Zara melaksanakan rencana pelarian. Setelah selesai mendaki Gunung Prau dan menorehkan sebagian kenangan cukup menyenangkan di dalam catatan tapak tilasnya, Dima dan Zara sedang menuju ke sebuah kota yang banyak orang bilang adalah kota paling manis untuk memeluk segala rindu.

Sebelum mempertemukan Zara dengan rahasia paling terkutuk miliknya, Dima ingin gadis itu berisitirahat yang cukup telebih dahulu. Pada akhirnya, setelah ia sampai di kota ini, Dima memutuskan untuk mengambil waktu istirahat seharian penuh di sebuah penginapan. Awalnya untuk menghemat pengeluaran Dima akan memesan satu kamar untuknya dan Zara. Akan tetapi, gadis itu menolak dengan keras dan menginginkan kamar berbeda.

Dima menarik napas panjang. Sebetulnya, dalam perjalanannya kali ini ia menyembunyikan sebuah barang di dalam tasnya. Sudah lama tidak ia sentuh setiap kali ia berada di dekat Zara. Lalu sekarang, ia sedang menginginkannya. Satu bungkus rokok dan pematiknya. Di depan sebuah jendela yang terbuka, laki-laki itu mengesap rokoknya dalam-dalam begitu ia nyalakan dan mengembuskannya perlahan.

Lihatlah, asap-asap itu sudah seperti tabir keburukan yang selama ini selalu ia simpan diam-diam. Di dalam pikirannya sedang ada perang dingin antara keyakinan dan ketakutan. Ia takut jika Zara tidak memiliki penerimaan yang cukup untuk menerimanya. Tapi di sisi lain, ia ingin Zara mengetahui tentang apa pun jika itu mengenai dirinya.

Semesta, sepertinya kamu tidak pernah memberikan manusia pilihan yang mudah untuk mengambil langkah.

***

"Zara ... Zara ... Zara ...," ucap Dima sedikit berteriak di depan pintu kamar Zara.

Tak lama kemudian, Zara datang membukakan pintu. "Ada apa?"

"Aku rasa, perjalanan kita sebentar lagi akan selesai. Sebelum itu, mau sedikit jalan-jalan denganku?"

"Hmm ... ya udah. Tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu."

Dengan setelan kaos polos berwana putih dan celana bahan yang ia kenakan, sesederhana penampilannya yang cantik, bersama rambut panjangnya yang ia cepol asal Zara melangkahkan kakinya sedikit di belakang Dima.

"Hari ini kita akan ke mana, Dima?"

"Apa kamu mau sedikit berbelanja?"

"Aku mau banget!" Dima menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Sepertinya, sekeras apa pun wanita dengan perangainya, jika sudah diajak berbelanja, ujung-ujungnya mau juga.

Sore ini, mobil Jeep itu berlalu membelah jalanan dari kota yang dihinggapi segala rindu ini. Tidak jauh dari tempat penginapannya, hanya perlu menempuh beberpa menit perjalanan saja, Dima dan Zara sudah sampai di pusat perbelanjaan.

Setelah memarkir mobilnya, Dima dan Zara menghabiskan waktu berdua menikmati senja di atas jalanan sebelum ia benar-benar mempertemukan Zara dengan hal paling terkutuk miliknya.

"Kamu mau beli apa, Zara?" tanya Dima.

"Hmm ... kalau kamu mau beli apa?"

"Aku? Terserah kamu saja."

"Kok terserah aku?"

"Habisnya aku jarang berbelanja seperti ini. Jadi aku bingung."

"Eh, seriusan?"

"Iya, Zara. Aku jarang sekali berbelanja. Palingan aku belanjanya online."

"Dih, dasar."

sudah, istirahatlahWhere stories live. Discover now