Bagian 15

258 34 7
                                    

Mulut Hyuga sedikit menganga tatkala mendengar permintaan gadis di depannya.

"Aku mengerti kalau kau memerlukan informasi, tetapi ia berbahaya. Memiliki gedung tempat persembunyian senjata seperti itu sudah menunjukkan ia kriminal berbahaya."

[Name] menghela napas. Ia mengetuk-ngetuk jari telunjuk di atas meja yang ada di depannya, membuat ketukan berirama sembari berpikir dalam lamunannya. Buat apa ia datang ke sini kalau tidak mendapat informasi? Ia tidak bisa terus-terusan meminta Akashi yang sedang sibuk 'bermain' dengan criminal mastermind di Tokyo untuk membantunya. Lagipula, ia sudah mendapatkan sedikit petunjuk tentang kakaknya dari Akashi dan Midorima. Ia sebenarnya juga penasaran tentang kasus yang dimaksud Midorima, tetapi yang lebih penting adalah alasan Susa Yoshinori dan gengnya selalu membuatnya sulit menikmati hidup.

"Aku tahu mungkin kalau bukan karena Kobori Koji, tengkorakku yang berlubang. Akan tetapi, aku membutuhkan informasi yang ia punya, soal keluargaku satu-satunya." [Name] membuat alasan emosional yang menggiringnya ke berbagai masalah yang menimpa.

Pria berkacamata itu akhirnya menyanggupi permintaannya. Kebetulan, sel milik Susa Yoshinori sedikit terisolasi dibanding sel yang lainnya. Yah, sengaja dibuat seperti itu memang. Hyuga mengantar [name] ke depan sel sang kriminal, menaruh kursi dengan sedikit jarak agar gadis itu bisa duduk dengan aman. [Name] lantas duduk, matanya memandang Susa Yoshinori yang kini tengah menyeringai melihatnya. Hening ayal tercipta, [name] tengah mengontrol detak jantungnya agar tidak menggila di depan orang yang mengetahui kisah misteri yang melingkupi hari-harinya.

"Di mana Akashi temanmu?" Kalimat pertama yang diucapkan Susa setelah memecah keheningan di antara mereka.

"Dia bilang menemani ayahnya dalam urusan kenegaraan," jawab [name] sedikit ragu, ia tidak salah menjawab, bukan? Kenapa Susa justru bersiul senang tatkala mendengarnya.

"Ia harus menyelesaikan kasus yang sempat ia abaikan, temanku pasti senang dapat bermain-main dengan Akashi." Susa tertawa, tangannya mencengkram sel, membuat Hyuga yang berdiri tidak jauh dari mereka hendak mendekat.

[Name] menghela napas. "Aku tidak terlalu peduli soal itu. Namun, aku tahu kau mengetahui sesuatu tentang surat dari Aniki," ujar [name], matanya sedikit menyipit. "Kenapa kalian baru akan bertindak setelah surat kedua?"

Susa mendecakkan lidah, ia terkekeh pelan. "Kasamatsu tahu sesuatu yang tidak seharusnya ia tahu. Ia berusaha memberi tahumu, dengan bodohnya kau lari ke Akashi."

[Name] mengendikkan bahu. Ia memiringkan kepalanya sedikit, berusaha berpikir lebih keras untuk menggali informasi. "Bukannya ia hanya ingin memberi tahu perihal kematian orang tuaku?"

Susa melirik ke arah Hyuga, yang kini membenarkan posisi kacamatanya. Seolah Hyuga mendapat informasi yang dapat membantu rekannya di kepolisian, meski bukan kapasitas Hyuga untuk melakukan hal tersebut.

"Dia tahu sesuatu di balik itu semua, [Surname]. Sesuatu yang gelap, yang semestinya tidak perlu digali oleh ayahmu." Susa menyeringai usai mengatakan hal itu.

Sontak, [name] berdiri dari tempatnya duduk, kepalanya terasa pening saat ia berusaha mengingat hal yang terjadi sebelum kematian orang tuanya. Ayah [name] saat itu selalu terlihat panik, berulang-ulang mengecek jendela dan selalu menyuruh anak-anaknya agar tidak bermain terlalu jauh dan lekas pulang.

"Kau sendiri, tahu soal hal itu? Kau ada di kegelapan itu?" tanya [name], sekadar memberi pertanyaan retoris. Gadis itu sudah tahu jawabannya.

Jawaban Susa Yoshinori adalah anggukan kepalanya.

"Sakurai bilang, kau jadi sering mencari profil Beethoven sejak surat pertama itu, ya? Simponi Kesembilan, hmm ..., ya, itu kata Sakurai, bahkan sering kau mainkan di atas tuts piano kesayanganmu."

RED FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang