O6 | ERIC SI PANGERAN LORKAN

164 118 142
                                    

☘☘☘

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

☘☘☘

"Terima kasih atas pujiannya, Arashel. Dan senang dibohongi olehmu," ucap Lavey dengan bias suara lembut namun terdengar mencekam bagi Arashel.

"L--Lavey ... a--aku...." Arashel gugup setengah mati. Bagaimana tidak? Ia baru saja ketahuan berbohong oleh Lavey soal kemarin pagi. Dan peri itu kini menatapnya dengan tatapan menuntut penjelasan.

"Tak perlu gugup seperti itu, Arashel. Kau tahu apa yang harus kau lakukan." Lavey tersenyum manis dengan sayap indahnya yang terus mengepak lembut tatkala ia berbicara. Posisi duduknya yang dekat dengan Satria membuat sayapnya berulangkali mengenai wajah lelaki itu.

"Upsss, maaf. Tapi aku sengaja melakukannya," ucap Lavey dengan yang masih saja mengepakkan sayapnya hingga berulangkali mengenai wajah Satria. "Itu hukuman karena kau sudah lancang menyusup masuk ke dalam istana dan berduaan dengan putri raja. Berani-beraninya kau! Sekarang ku tanya, dimana sopan santunmu wahai manusia?"

"Lavey, jangan seperti itu. Lihat, dia jadi takut padamu." Arashel berusaha untuk menarik Lavey sedikit menjauh dari Satria agar sayap peri itu tak lagi mengenai wajahnya.

"Hei, bukankah memang seharusnya begitu? Bangsa peri memang harus lebih ditakuti dan disegani oleh penyusup sepertinya agar ia tidak berani macam-macam di sini!" Lirikan mata Lavey tampak tidak suka dengan Satria. Ia memang paling anti dengan penyusup atau sejenisnya. Jika ada penyusup di negeri ini, maka Lavey tidak akan membiarkannya pergi begitu saja.

"Tapi dia hanyalah seorang pria yang terdampar di negeri kita, dia bukan penyusup seperti manusia yang kau pergoki sepuluh tahun lalu."

Satria menoleh cepat pada Arashel. "Penyusup sepuluh tahun lalu? Berarti ada manusia selain saya yang pernah ke sini juga?" tanyanya amat penasaran. Tak menyangka ternyata ada manusia lain yang pernah singgah di sini. Satria pikir hanya dirinya.

"Ada. Orang itu memata-matai Arashel sepanjang hari di halaman depan istana," jawab Lavey sambil mengingat-ingat kembali kejadian sepuluh tahun lalu itu.

"Iya, untung saja aku memiliki sahabat yang cerdas dan pemberani sepertimu, Lavey. Hei, Satria! Kau tahu tidak? Lavey yang saat itu masih berumur tujuh tahun berani mengusir penyusup itu dengan memanggil bala bantuan dari negeri sebelah lho!"

"Bala bantuan dari negeri sebelah?" Satria mengernyitkan dahinya tak mengerti.

"Ya. Aku memanggil para werewolf untuk mengejar penyusup itu. Namun sayangnya para werewolf tidak berhasil menemukannya, mereka kehilangan jejak. Memang sangat aneh, aku pun tak mengerti. Bagaimana bisa werewolf dengan kemampuan berlari sangat cepat bisa kehilangan jejak manusia?" Lavey merotasikan bola matanya, namun apa yang ia lihat saat matanya berhenti berotasi berhasil membuatnya memekik karena terkejut.

"ASTAGA! DEMI KUNCUP BUNGA DI KEBUN UTARA! APA ITU KALUNG ARABELLA YANG MENGGANTUNG DI LEHERMU?" tanya Lavey sedikit histeris sambil menunjuk pada leher Satria.

[✔] Dominic's WorldWhere stories live. Discover now