Bab 3 Penguntit

222 45 7
                                    

Bahkan dari lensa kamera pun, hazelmu terlihat berbinar indah.

***

Lian duduk gelisah menatap Pak Bandot—guru bahasa Indonesia yang terus berceloteh di depan sana. Sesekali matanya melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

Haris yang duduk di sampingnya nampak mengerutkan alis menatap Lian yang 'mengganggu penglihatan' itu.

"Kenapa sih, lo?" bisik Haris. Lian balik menatap lelaki itu. Untuk sesaat ia terdiam, kemudian tersenyum senang seakan mendapatkan sesuatu hal yang menjadi solusi dari rasa gelisahnya.

"Lo bawa tas gue ke rumah lo, yah!" pinta Lian membuat Haris menatapnya bingung.

"Lo mau kemana?"

Bukannya menjawab, Lian justru mengacungkan tangannya. Kini semua perhatian terpusat padanya termasuk Pak Bandot yang menatap Lian dengan pandangan tajam.

"Ada apa Alian?"

"Saya mau pamit ke toilet, Pak."

"Mau bolos yah, kamu?" tuduh Pak Bandot membuat Lian gelagapan. Dengan segera ia mengatur tingkahnya agar tidak terlihat gugup.

"Ya gak lah, Pak. Saya beneran kebelet loh ini."

"Kamu kan sering bolos, bisa saja kali ini kamu berbohong lagi," tuduh Pak Bandot lagi membuat Lian meringis. Seingatnya dia tidak bolos sesering itu, paling hanya tiga kali dalam seminggu ... itu tidak sering, kan?

"Pak serius deh, saya kebelet. Memangnya bapak mau tanggung jawab kalau saya pipis di sini?" ucap Lian mengundang gelak tawa dari teman-temannya. Sedangkan Pak Bandot menggelengkan kepalanya jengah.

"Yasudah, pergi sana! Jangan bolos!" tegas Pak Bandot.

"Siap Pak, makasih—"Lian segera bangkit dengan meletakkan tangannya di kening seakan memberi hormat.

"—tapi gak janji," teriak Lian di luar kelas. Pak Bandot hanya bisa menggeleng menghadapi kelakuan siswanya yang sejujurnya sangat ingin dia musnahkan.

***

Lian menghentikan motornya tidak jauh dari gerbang sekolah SMA Labschool yang tampak sunyi karena penghuninya masih dalam proses belajar mengajar. Ia melirik jam yang melingkar di tangannya, 'pukul 15.15' dan itu berarti ia harus menunggu 15 menit lagi. Setahunya siswa SMA Labschool akan pulang tepat pukul 15.30 WIB.

Sembari menunggu, Lian mengecek kamera yang tergantung di lehernya. Benda yang ia ambil di lokernya sebelum memutuskan untuk bolos. Tak lama ia mendapati satu persatu siswa keluar dari gerbang sekolah. Lian berusaha menajamkan penglihatannya.

"Itu dia," ucapnya saat menatap seorang gadis yang sedari tadi ia tunggu.

Gadis itu melambai pada temannya, kemudian berjalan ke arah halte dan sesekali menatap ponselnya. Tak ingin membuang waktu, Lian segera mengarahkan kameranya membidik setiap tingkah laku gadis itu.

"Cantik," gumam Lian menatap hasil bidikannya.

Tak lama sebuah taksi berhenti dan gadis itu masuk ke dalamnya. Lian segera mengenakan helmnya dan menancapkan gas mengikutinya. Tentu dengan memberikan sedikit jarak, ia sudah berjanji jika hari ini akan menjadi seorang penguntit.

Lian segera mengehentikan motornya dengan memberi jarak beberapa meter saat menyadari taksi tersebut berhenti di depan rumah megah dengan desain American Classic. Rumah yang tampak sunyi dari luar itu membuat Lian menatapnya penasaran.

Philophobia✓ [Sudah Terbit]Onde histórias criam vida. Descubra agora