Bab 8 Hukuman?

144 30 0
                                    

Tuhan memang pandai menuliskan skenario, bahkan dalam keadaan tidak menyenangkan pun kita masih dipertemukan.

***

"Maaf, aku harus pergi!"

"Jangannn!" seru Lily terbangun dari tidurnya. Mimpi itu datang lagi, keringat bercucuran di dahinya. Ia berusaha mengatur napasnya yang memburu. Kemudian mengambil segelas air di atas nakas dan meneguknya hingga tandas. Sungguh, Lily benci harus bangun dalam keadaan seperti ini.

Sesaat Lily teringat sesuatu. Ia membuka laci nakas di sampingnya, meraih sebuah album foto. Membuka lembar demi lembar hingga membuat dadanya semakin sesak. Tiba pada satu halaman yang menampakkan cinta begitu tulus membuat perasaan bergemuruh hadir dalam dadanya.

"Cinta itu suram," lirih Lily, "cinta itu bohong!"

Lily melemparkan album foto itu ke lantai membuat sampulnya sedikit rusak karena dibanting terlalu keras. Gadis itu kini semakin terisak, menyesali keadaannya di masa lalu dan merutuki dirinya yang pernah percaya tentang cinta sedalam itu.

Tok tok tok

"Lily!"

Suara ketukan pintu diiringi panggilan Ibu Lastri dari luar tak dihiraukan Lily. Lama tak mendapat balasan, akhirnya beliau memilih masuk.

"Astaghfirullah, Ly!" seru beliau menatap Lily yang terlihat sedikit kacau dan album foto yang terbuka di lantai terlihat sedikit rusak. Beliau segera memungut album itu dan menyimpannya kembali di atas nakas. Berjalan ke arah Lily dan merengkuh gadis itu.

"Aku benci dia, Bu."

Lily kembali menangis. Menumpahkan segala rasa sesak yang dirasakannya pada Ibu Lastri yang terus membisikkan kata-kata menenangkan padanya.

"Sudah lebih baik?"

Lily mengangguk sebagai jawaban. Ia mengurai pelukan mereka. Setidaknya ia selalu tenang setelah direngkuh seperti itu.

"Kalau gitu mandi terus sarapan, yah!"

***

Lily membayar ongkos taksi, kemudian jalan tergesa ke arah gerbang sekolah yang telah tertutup. Jam telah menunjukkan pukul 07.45 WIB dan itu berarti ia telah telat sekitar 45 menit. Lily menghela napas dengan wajah yang jelas menyiratkan ketakutan. Ini untuk pertama kalinya ia telat ke sekolah.

"Baru telat ke sekolah udah kayak mau ketangkap basah, payah."

Lily mengalihkan pandangannya ke arah seorang lelaki yang bersandar santai di tembok tepat di sampingnya. Lelaki dengan pakaian yang tidak dapat dikategorikan rapi itu terlihat sangat santai meskipun sudah tahu datang terlambat.

"Lily, apa lo gak pernah datang telat sebelumnya?"

"Lian stop gangguin gue!" kesal Lily pada lelaki bernama Lian itu. Ia tidak pernah memikirkan akan berakhir terlambat ke sekolah dan sialnya bertemu dengan lelaki ini.

"Lo kalau terus berdiri di sini gak bakalan nemu jalan keluar."

Lily melirik Lian sinis, sedangkan sang empunya tetap di posisi bersandar dengan tangan yang dimasukkan dalam celana abu-abunya sambil menatap Lily dengan senyum miringnya.

Philophobia✓ [Sudah Terbit]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن