Bab 9 Aneh

142 32 3
                                    

Entah takdir macam apa ini? Di mana pun selalu ada kamu.

***

"Terimakasih, dokter," ucap Lily pada dokter Nadia.

"Sama-sama, Ly. Semoga kedepannya lebih baik lagi."

"Aamiin."

Setelahnya Lily melangkah meninggalkan tempat serba putih itu. Berdiri menunggu taksi lewat di hadapannya.

"Ini taksi gue!"

Lily mengalihkan pandangannya pada seorang lelaki yang menahan pintu taksi yang ingin dibukanya.

"Gue duluan yang hentiin!" tegas Lily. Lelaki itu menggeleng.

"Gimana biar adil kalau kita barengan aja?"

Lily memutar bola matanya. Lelaki itu—Lian selalu saja ada di mana-mana, bahkan di tempat seperti ini sekalipun.

"Mau masuk gak?"

Lily mendengus ketika Lian justru telah masuk lebih dulu ke dalam taksi. Ia ingin menolak, namun sudah terlalu sore. Akhirnya Lily memilih mengalah dengan ikut masuk ke dalam taksi.

"Lo ngapain tadi di situ?"

"Bukan urusan lo," jawab Lily ketus. Sedangkan Lian bungkam dengan pikiran yang berkecamuk, 'untuk apa Lily datang ke tempat yang berisi orang-orang tak sadar dengan diri sendiri?'

"Lo gak mau tanya ngapain gue bisa di situ?"

Lily menggeleng. Ia merasa tidak perlu dan tidak penting untuk tahu alasan Lian berada di tempat itu.

"Bukan urusan gue," jawab Lily ketika Lian terus bertanya hal yang serupa.

"Padahal gue pengen ditanya."

Lily diam, tidak menghiraukan lelaki itu yang menurutnya mengatakan hal tidak penting.

"Gue mau ke rumah sepupu, tapi salah alamat. Padahal gue udah sering ke sana."

Lily menaikkan alisnya bingung kala mendengar ucapan lelaki itu yang diakhiri dengan kekehan. Rasanya aneh saat seseorang yang sudah sering menyambangi suatu tempat, tapi justru salah alamat.

"Gue lupa," jawab Lian menyadari kebingungan Lily. Sedangkan Lily berusaha untuk tidak peduli, tapi sejujurnya ia sedikit penasaran.

Hening menyelimuti mereka hingga Lily telah sampai di kediamannya. Gadis itu turun diikuti oleh Lian yang lebih dahulu membayar ongkos taksi.

"Ly, senang bisa nganterin lo sampe rumah."

Lily menatap lelaki itu dengan alis yang dinaikkan, kemudian memasuki rumahnya tanpa menghiraukan Lian.

"Bahkan gue gak diajak mampir," gumam Lian. Ia menertawai dirinya sendiri yang terlihat seperti orang bodoh saja.

Sadar masih berada di depan rumah Lily, Lian segera meraih ponselnya dan menghubungi sepupunya.

"Halo Mbak Di, kirimin alamat Mbak dong! Lian lupa."

Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, dengan segera Lian kembali memesan taksi untuk mengantarnya ke alamat tersebut.

Philophobia✓ [Sudah Terbit]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ