Bab 18 Ada Aku

129 26 2
                                    

Aku mungkin tak bisa terus membahagiakanmu, tapi aku pastikan akan selalu ada untukmu.

***

Ulangan  akhir semester ganjil di hari terkahir baru saja usai beberapa menit yang lalu membuat para siswa dapat bernapas dengan lega.

"Sekarang ini kan free, gimana kalau kita ke Kedai Nalar?" usul Haris.

"Setuju!" pekik Karin, sedangkan Lian kini beralih menatap Lily. Gadis itu menghela napas kemudian menggeleng.

"Gue ada urusan."

"Kalian duluan aja, entar gue sama Lily nyusul," timpal Lian, kemudian menarik tangan gadis itu ke arah mobilnya. Seperti biasa, mereka akan kembali mengunjungi bundanya Lily.

"Gue udah kangen banget sama Bunda," ucap Lily sembari berjalan dengan penuh semangat. Lian mengusap rambut gadis itu dan tersenyum.

"Lily!"

"Dokter Nadia," gumam Lily, kemudian berjalan menghampiri Dokter Nadia.

"Udah berapa lama yah kita gak ketemu?"

"Seminggu dokter, semenjak ulangan," balas Lily.

"Oh iya, ada yang mau Lily tanyakan sama dokter."

"Yaudah, kita ke ruangan saya!"

Lily dan Dokter Nadia melangkah bersama, sedangkan Lian mengikuti mereka dari belakang. Tanpa sengaja lelaki itu melihat sosok yang sepertinya ia kenali, berjalan dari arah belakang rumah sakit.

"Ly!" panggil Lian menghentikan langkah gadis itu. Sang empunya berbalik dan menatap Lian dengan alis berkerut.

"Gue ke mobil dulu, ada yang ketinggalan."

Setelah mendapat anggukan dari Lily, Lian segera melangkah dengan cepat ke arah orang yang sepertinya terlihat tidak asing.

"Tunggu!"

Tepat ketika orang tersebut melewati taman depan rumah sakit, Lian berhasil menghentikan langkahnya.

"Kamu siapa?" tanya orang tersebut. Lian mengamatinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lelaki paruh baya dengan penampilan sedikit berantakan, namun tidak menutupi pancaran dari bola mata hazel-nya.

"Bisa kita bicara, Om?"

"Kamu siapa?"

Lian dengan segera mengulurkan tangannya, namun tak mendapat balasan. Dengan kikuk ia menariknya, kemudian tersenyum.

"Saya Lian, temannya Lily," ucap Lian memperkenalkan dirinya. Dilihatnya beliau nampak menelisik wajah Lian seakan berusaha mengingat sesuatu.

"Mau bicara di mana?"

"Eh? Di sana aja, Om," balas Lian yang mulanya terkesiap. Ia segera berjalan beriringan dengan orang tersebut ke arah salah satu bangku taman.

"Om—"

"Fadli, nama saya Fadli."

"Oh iya, Om Fadli. Em ... maaf, kalau boleh saya tahu Om ini—"

Philophobia✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now