Bab 7 Perpustakaan

158 33 3
                                    

Aku bukanlah ahli sejarah, tapi anehnya masih saja tenggelam dalam masa lalu.

***

"Maaf, aku harus pergi!"

"Mas, jangan pergi!"

"Jangan pergi!"

"Jangan pergi!"

"Jangan pergi!" Lily berseru dengan keringat yang bercucuran di dahinya. Mimpi itu tidak pernah muncul dalam tidurnya beberapa hari terakhir, tapi malam ini Lily merasakannya lagi.

Ia berusaha mengatur deru napasnya yang memburu, mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak sangat cepat. Ia selalu seperti ini kala sepenggal mimpi yang sama datang menghantuinya.

Lily segera meraih segelas air di atas nakas, berharap hal itu sedikit menenangkannya.

"Sampai kapan masa lalu selalu menghantui gue?" gumam Lily lirih. Rasanya, hidup terlalu berat untuknya. Ia sering sekali berpikir bahwa hidup tidak adil, ia bahkan tidak pernah benar-benar merasakan kebahagiaan.

Ceklekk

"Lily!"

Lily mengarahkan kepalanya ke arah pintu yang terbuka menampakkan Ibu Lastri tengah berdiri menatapnya khawatir. Wanita itu segera menghampirinya dan menariknya dalam rengkuhan. Lily terisak karenanya.

"Lily gak apa-apa?"

Lily hanya diam, sesekali terdengar isak tangisnya. Sedangkan Ibu Lastri mengusap-usap punggung gadis itu mencoba memberikan ketenangan.

"Mimpi lagi?" tanya Ibu Lastri ketika Lily mulai merenggangkan jarak di antara mereka.

Lily mengangguk, tanpa dijelaskan pun pasti Ibu Lastri mengerti mimpi yang selalu menjadi ketakutan baginya.

"Maaf, tapi mimpi itu akan terus menghantui kalau Lily tak mencoba melupakannya."

Lily menatap wanita itu. Ia tidak menyalahkan Ibu Lastri, tapi untuk melupakan masa lalu itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Susah, Bu. Kepergiannya terlalu membekas untuk dilupakan. Lily ... Lily—"

Lily tidak mampu melanjutkan ucapannya. Air matanya kembali menetes. Ia terlalu lemah perihal masa lalu. Dengan segera Ibu Lastri menariknya masuk ke dalam pelukan wanita itu.

"Iya iya, Ibu ngerti. Jangan nangis lagi!"

Setelah itu, hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka. Lily yang perlahan tenang dalam rengkuhan Ibu Lastri hingga berangsur terbawa ke alam mimpi. Sedangkan beliau yang menyadari jika Lily telah terlelap, segera membenarkan posisi tidur gadis itu. Menyelimutinya, kemudian duduk di sampingnya sambil mengusap lengan Lily, berharap tidur gadis itu nyenyak tanpa terganggu mimpi akan ketakutan masa lalu.

***

Lily melirik arlojinya, pukul 6 pagi. Pantas saja sekolah masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang duduk di koridor depan kelas tengah bercanda yang entah membahas apa.

Ia mencoba menghubungi Karin, tapi tidak mendapatkan respon apapun. Mungkin gadis itu masih dalam perjalanan. Dengan segera Lily meletakkan tasnya di kursi miliknya dan melangkah ke luar menuju perpustakaan. Masih ada waktu sekitar setengah jam untuk menyibukkan diri di tempat sejuk itu.

Philophobia✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now