Chapter 1

271 34 13
                                    

Sakura berdiri di depan cermin wastafel sambil meperhatikan penampilannya pagi itu. Ia menyisir rambutnya sebentar dan mengusap sekitar dagu dan mulutnya untuk memastikan tidak ada janggut-janggut tipis yang tersisa. Puas dengan penampilannya pagi itu, ia segera mengenakan setelan terakhirnya kemeja jeans dan topi dan siap berangkat ke tempat kerja.

Prang!

Terdengar sesuatu yang pecah dari lantai bawah. Sakura menoleh kearah pintu dan mengerutkan alis. “Minju” gumamnya. Pria itu segera berlari terbirit-birit keluar dari kamar mandi, lalu melompati beberapa anak tangga sekaligus untuk menuju dapur. Ia memandang berkeliling dan mendapati Minju sedang berjongkok di depan meja dapur memunguti pecahan-pecahan stoples selai kacang.

“Minju, Kim Miyawaki Minju” Sakura berjongkok di sebelah gadis itu dan menarik tangannya, “biarkan saja! Jangan dipungut. Biar aku yang melakukannya.”

“Tidak, tidak. Biar aku” kata Minju bersikeras.

“Jangan, Minju” tegur Sakura. Ia tahu apa yang akan adiknya lakukan. “Kau tidak bisa lagi menggunakannya, Ini sudah kotor.”

“Tidak apa-apa. Masih bisa digunakan.” Minju berdiri, lalu menyambar piring di atas meja dan mengangkat selai kacangnya ke pinggir piring dengan jari-jari tangannya.

“Ya Tuhan, kau tidak perlu melakukannya,” kata Sakura dengan gemas. Ia menarik paksa tubuh gadis itu untuk berdiri, lalu menuntutya untuk duduk. “Biar aku yang membersihkannya, Kau duduk saja di situ.”

Sakura menarik serbet dari gantungan lemari dapur, lalu menyeka selai kacang yang menempel di atas lantai, serta memungut satu per satu pecahan-pecahan kecilnya. Seusai melemparkan serbet kotor dan pecahannya ke dalam bak cuci piring, Sakura membalikkan tubuh untuk memastikan keadaan Minju.

“Ya Tuhan!” jeritnya lagi. Ia menghampiri adik perempuannya dan menarik jari-jari Minju keluar dari mulutnya. “Jangan menjilatinya seperti itu. Itu sudah kotor.”

Minju terkekeh. “Rasanya masih enak.”

“Ya” kata Sakura sambil menarik serbet lainnya dari gantungan, “rasanya enak, tapi itu kotor,” lanjutnya sembari membersihkan jari-jari tangan Minju. “Kau tahu, mengkonsumsi makanan yang tidak higenis bisa membuatmu jatuh sakit. Kau tidak mau sakit, kan?”

Minju mengerutkan bibirnya dan menggeleng sedih. “Tidak mau.”

“Kalau begitu, berhentilah menjilati jari-jarimu. Akan kubelikan selai kacang yang baru untukmu.”

“Tapi, bagaimana aku harus sarapan tanpa selai kacang?” Minju menunjuk blender berisi susu dan sereal yang dicampur di atas meja makan. “Aku tidak bisa mencampurnya tanpa selai kacang,” lanjutnya.

Sakura melirik blender itu, dan menatap adiknya sedih. Siapapun tahu, mencampur susu, sereal, dan selai kacang dengan blender bukanlah ide yang bagus. Rasanya benar-benar sebuah bencana Sakura sudah pernah mencobanya dua kali dan di tempat kerja, ia nyaris muntah dua kali. Tapi, itulah yang dilakukan Minju setiap pagi. Menu susu, sereal, dan selai kacang yang diblender secara bersamaan selalu menjadi menu favorit sarapan paginya. Entah bagaimana Minju bisa begitu menikmatinya.

“Bagaimana kalau kau sarapan yang lain saja untuk pagi ini?” tanya Sakura.

Minju menaikkan kedua lututnya ke atas kursi dan memeluknya erat. “Boleh saja.”

“Oke.”

Sakura duduk bersama Minju di meja makan, kemudian mulai mengoleskan roti gandum dengan mentega dan menaburkan butiran meses ke atas roti. Minju meperhatikan kakaknya dengan saksama dan matanya tampak berbinar-binar karena taburan meses yang berhasil menarik perhatiannya. Matanya tidak berkedip sama sekali dan gadis itu tampak seperti seorang bocah perempuan berumur lima tahun yang menggemaskan.

BRUNCHWhere stories live. Discover now