Chapter 8

128 25 17
                                    

Sakura sedang membungkuk di dalam kulkas, sibuk menentukan menu makan malamnya bersama Minju waktu mendengar pintu rumahnya diketuk oleh seseorang. Pria itu mendongak lalu berlari kecil menuju pintu.

“Tunggu sebentar” teriaknya pelan ketika pintu itu diketuk lagi.

Sakura memutar kunci, lalu memutar knop pintu dan membukanya.

“Hai.”

Sakura mengerjap-ngerjapkan mata. “Ha-hai,” balasnya ragu-ragu. “Apa yang kau lakukan di sini?”

Eunbi tersenyum manis, lalu berseru, “Ta-da!” Ia mengeluarkan sebuah kantung plastik berisi makanan yang dibelinya di restoran Cina dari belakang punggungnya.

“Apa ini ?” tanya Sakura.

“Makan malam,” sahut Eunbi, tersenyum, “untukku, kau, dan Minju.”

Sakura mengangkat kedua alisnya bingung.

“Hitung-hitung sebagai permintaan maafku soal ucapanku yang kemarin,” lanjut Eunbi.

Sakura tidak bereaksi untuk beberapa detik, namun seulas senyum lalu tergambar dengan jelas di bibirnya.

“Masuklah.”

***

“Di mana Minju?” tanya Eunbi seraya meletakkan kantung plastiknya di atas meja.

“Minju ?” Sakura menengadah ke lantai atas, “Mungkin sedang berada di kamarnya. Tidur atau menggambar.”

“Hmm,” Eunbi mengangguk-angguk. “Kita harus mengajaknya makan malam bersama.”

“Tidak usah” suara Sakura teredam di dalam lemari gantung pria itu sedang mencari-cari piring untuk menyalin makanan mereka “Minju tidak begitu suka diganggu saat sedang tidur atau menggambar. Dia bisa sangat marah dan mengamuk, karena tidur dan menggambar itu rutinitas yang sangat penting untuknya. Jika dia lapar dia pasti akan datang ke dapur.”

“oh begitu” Eunbi mengangguk-angguk lagi. “Ngomong-ngomong, apa yang terjadi padamu ?” tanyanya saat Sakura meletakkan dua piring ke atas meja.

Sakura mengangkat wajah. “Apa?”

“Itu” Eunbi menyentuh sudut bibirnya sambil menuding punya Sakura.

“Oh” Sakura tersenyum samar sembari menyentuh luka kering pada bibirnya, “biasa, laki-laki,” ujarnya berusaha terdengar seolah itu hal biasa.

“Kau berkelahi” gumam Eunbi sedih.

Sakura diam saja. Entah tidak mendengarnya atau sedang berpura-pura.

“Yena sudah menceritakannya kepadaku” lanjut Eunbi, “Aku turut menyesal.”

Sakura tersenyum kaku. “Aku baik-baik saja. Aku masih bisa mencari pekerjaan yang lebih baik.”

Eunbi menatap Sakura iba, kemudian mengulurkan lengan untuk meraih tangan Sakura. Digenggamnya tangan pria itu hangat. Sakura mendelik dengan gugup kearah tangannya yang telah digenggam erat. Eunbi berdiri dari duduknya dan melayangkan satu tangannya lagi untuk menyentuh pipi Sakura. Wanita itu berjinjit kearahnya, lalu…

Prang!

“Apa itu?” pekik Eunbi terkejut.

Sakura mendongak ke atas tangga. “Minju.”

***

Minju meremas seprai tempat tidurnya hingga kusut dan menjerit dengan suara tertahan. Suara-suara itu terdengar lagi dan kali ini terdengar lebih kencang dan jelas. Sirene ambulance, deru mesin mobil polisi, suara-suara polisi dan petugas rumah sakit yang berseru, suara derai hujan yang mengguyur kota. Semuanya sangat jelas dan mengantar Minju ke malam itu. Malam yang tidak ingin diingat-ingatnya lagi.

BRUNCHWhere stories live. Discover now