Epilogue

273 26 6
                                    

Pagi yang sepi, Musim gugur hampir tiba Eunbi duduk di meja kasir dengan bertelekan sikunya. Ia memerhatikan meja-meja kosong di dalam kedai tanpa minat, lalu mendesah ke pemandangan di luar jendela. Bahkan ketika seorang pria paruh baya membuka pintu kedai dan sosoknya yang dibungkus oleh cahaya lembut sinar matahari pagi dan bingkai pintu, juga tidak dapat merebut perhatian Eunbi sama sekali, sehingga seorang pelayan lainnya Chaeyeon harus turun tangan sendiri untuk melayani pesanan pria itu.

Saat Chaeyeon melintas di sebelah mejanya, wanita itu menyenggol siku Eunbi dan melotot kearahnya. Eunbi menatapnya heran dan berbisik pada Chaeyeon saat sahabatnya itu kembali ke mejanya seusai mengantarkan segelas kopi dan satu porsi Sandwich Club pada pelanggan pertama mereka di pagi itu.

"Ada apasih, denganmu?"

"Aku yang seharusnya bertanya demikian Bodoh," kata Chaeyeon. Ia menarik salah satu kursi dan duduk di sebelah Eunbi. "Kau terlihat murung akhir-akhir ini. Ada apa? Apakah terjadi sesuatu?"

"Hm..." Eunbi menggeleng lemah.

Chaeyeon mencibir, "Pasti ini ada hubungannya dengan pria yang kau kenal di bengkel itu, siapa namanya? Lee Sakura? Ahn kkura? Kkura Kkura?"

"Kim Miyawaki Sakura," sahut Eunbi membetulkan.

"Ya, itu maksudku" kata Chaeyeon mengangguk-angguk. "Bagaimana dengannya? Apakah kalian tidak bertemu lagi sejak kejadian itu?"

Eunbi mengangkat bahu. "Dia bukan tipeku."

"Oh ya?" Chaeyeon tertawa lebar. "Aku ingat bagaimana kau begitu khawatir soal dandananmu saat hendak menemuinya di bengkel dan..aw!" Seseorang memukul kepala Chaeyeon dari belakang.

"Maaf, Nona-nona" seorang wanita bertubuh gempal dengan rambut ikal dan kulit berbintik-bintik merah tersenyum sinis di belakang Chaeyeon, "aku membayar kalian untuk bekerja di sini, bukan untuk bergosip."

Chaeyeon mengerutkan bibirnya dengan perasaan dongkol. Wanita pemilik kedai itu bos mereka melotot kearah Chaeyeon. "Apalagi yang kau tunggu? Kembali ke dapur dan bekerja!" serunya.

Chaeyeon berdiri, lalu meninggalkan meja kasir. Sementara itu Eunbi memperbaiki posisi duduknya dan mendongak pada atasannya. "Aku memang seharusnya di sini, kan?" ujar Eunbi kala wanita itu menatapnya tajam dan mengancam.

"Ya, tapi sebelum itu" wanita itu mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya, "pasang ini di pintu depan."

Eunbi menerima papan kayu persegi berwarna putih itu dengan tulisan "Wanted" yang besar dan berwarna merah.

"Kita membutuhkan satu orang pelayan lagi," lanjut wanita itu.

Eunbi mengangguk, kemudian keluar dari kedai bersama papan itu. Ia berdiri di depan pintu masuk dan hendak menggantungkan papan itu di salah satu tonjolan pada pintunya ketika seseorang mengetuk pundaknya. Eunbi berbalik dan menemui seorang pria botak, bertubuh pendek dengan wajah ramah menyerahkan sekuntum bunga mawar merah kepadanya.

"Untukmu," kata pria itu.

"A-apa?"

Eunbi menerima bunga mawar itu dengan ragu, lalu pria itu pergi begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa lagi selain melontarkan senyuman dan anggukan. Eunbi menatap pria itu dengan terheran-heran, bahkan ketika pria itu telah menghilang di belokan pertama Eunbi masih menatap kearah sana berharap pria itu akan muncul lagi dan mengagetkannya, lalu berteriak sambil tertawa, "Aku hanya bercanda! Kau masuk dalam acara bla, bla, bla..."

Namun, pria itu tidak kembali dan benar-benar hilang ditelan belokan jalan.

Eunbi masih tidak percaya dengan setangkai bunga mawar yang diberikan cuma-cuma padanya ketika seseorang menyentuh pundaknya lagi dari belakang. Eunbi berbalik lagi, dan kali ini seorang pemuda berambut cepak dan berkaus biru dengan gambar monster yang aneh, menyerahkan setangkai bunga mawar lainnya kepadanya.

BRUNCHWhere stories live. Discover now