Chapter 9

122 29 0
                                    

Dokter Bae Yoon Jeong tergesa-gesa masuk ke dalam koridor rumah panti, lalu segera menghampiri meja resepsionis. Begitu ia sampai di sana seorang gadis muda berseragam perawat menyapanya dengan ramah.

“Selamat malam, Dok.”

Bae Yoon Jeong mengangguk samar. “Aku dengar ada pasien yang baru tiba malam ini,” katanya dengan napas terengah-engah.

“Oh ya,” seru si perawat muda, “tunggu sebentar.”

Gadis itu berlalu ke meja di belakangnya dan mencari-cari di antara tumpukan clipboard di atas meja. Ia menemukan satu clipboard yang ia cari, lalu menyerahkannya pada dokter Bae Yoon Jeong.

“Namanya Kim Miyawaki Minju,” lanjutnya.

Dokter Bae Yoon Jeong mengerutkan dahi. Ia membaca sekilas kertas-kertas dokumen dalam clipboard itu dan menggeleng ragu. “Tidak mungkin,” gumamnya. Ia mendongak lagi “Siapa yang membawanya kemari ? Apakah kakak laki-lakinya ?”

“Bukan,” perawat muda itu menggeleng, “para petugas yang membawanya kemari. Kami menerima telepon darurat bahwa Nona Minju membuat kekacauan di rumahnya hingga tidak bisa ditangani lagi. Lalu para petugas membawanya kemari demi keselamatannya.”

“Sudah kuduga.” Dokter Bae Yoon Jeong menggumam lagi. “Mustahil jika Sakura mau menyerahkan adiknya kemari.”

Perawat muda itu menatap dokter Bae Yoon Jeong dengan sorot menerka-nerka. “Apakah ada yang salah, Dok?”

Dokter Bae Yoon Jeong menutup clipboard-nya, tersenyum tipis, lalu menggeleng. “Di mana Minju sekarang?”

“Dia sudah ditempatkan di kamarnya. Di lantai 3, kamar nomor 88.”

***

Jajangmyeon mereka sudah dingin dan mengeras tanpa sempat disentuh sama sekali. Angin malam musim panas berhembus dengan agak kencang dari pintu dapur yang terbuka. Eunbi menutup pintu itu, lalu duduk bergabung dengan Sakura di meja makan. Pria itu masih belum bicara walau tangisnya sudah berhenti. Meskipun keadaan terlihat membaik, Eunbi justru merasa sebaliknya karena Sakura sama sekali tidak mau meliriknya barang sedetik.

“Sakura” panggilnya nyaris seperti sebuah bisikan.

Sakura masih diam.

Eunbi mengulurkan tangan dan menyentuh lengan Sakura. Lengan kemejanya basah namun terasa hangat di saat yang sama. “Sakura,” Eunbi mencoba lagi, “apa kau baik-baik saja ? Apa kau butuh sesuatu ?”

Sakura masih tidak merespon. Sepasang mata teduhnya yang bengkak menerawang ke kejauhan.

“Sakura, aku benar-benar minta maaf,” kata Eunbi dengan nada sesal, “aku sungguh tidak tahu kejadiannya akan seperti ini. Aku hanya mencoba membantu karena aku khawatir Minju akan menyakiti dirinya sendiri dan dirimu, jadi...”

“Dengar kau tidak mengenal adikku, Eunbi,” Sakura menyela dengan tiba-tiba. Suaranya terdengar lelah, putus asa, dan kesal. Ia tampak begitu emosional seolah ingin melawan tapi kehabisan tenaga. “Kau tidak cukup mengenal adikku, jadi tolong berhentilah menasihatiku soal adikku. Aku mengenalnya lebih baik darimu.”

“Aku tidak seperti itu!” Eunbi membela diri. “Dan apakah dengan Minju mengacung-acungkan gunting di depan wajahmu bukan merupakan sebuah ancaman bahwa dia tidak akan melakukan sesuatu yang buruk padamu?”

Sakura menggelengkan kepalanya dengan letih. “Aku mengerti bahwa maksudmu baik, tapi” pria itu mendesah. Terdengar jeda yang sangat lama sebelum pria itu melanjutkan sambil menggelengkan kepalanya, “kau tahu, kurasa hubungan ini tidak akan berhasil.”

BRUNCHWhere stories live. Discover now