Chapter 10

123 25 0
                                    

Sakura duduk di sofa ruang kerja dokter Bae Yoon Jeong dan mengawasi wanita itu menarik tirai jendela ruang kerjanya. Sinar matahari keemasan masuk melalui celah-celah tirainya sehingga Sakura harus memicingkan mata untuk menyesuaikan pandangannya. Dokter Bae Yoon Jeong dengan tenang mengambil clipboard di atas meja kerjanya, lalu duduk bersama Sakura di sofa.

“Bagaimana keadaan adikku?” tanya Sakura.

Dokter Bae Yoon Jeong bergumam lama. Ia membolak-balik rekam medis Minju pada clipboard-nya dan menyimpulkan, “Dia baik-baik saja.”

“Kalau begitu, aku ingin membawanya pulang.”

“Maaf Sakura tapi jawabanku tidak.”

Sakura mengerutkan alis “Apa? Kau bilang dia baik-baik saja tadi!”

“Memang,” angguk dokter Bae Yoon Jeong dengan anggun. “Tapi hanya untuk saat ini, Aku masih belum bisa memastikan apakah dia masih akan baik-baik saja besok, lusa, atau seterusnya.”

Sakura menegang di duduknya. “Aku kakaknya! Aku ingin bertemu dengannya dan membawanya pulang!”

“Ya, walaupun kau kakaknya,” terang dokter Bae Yoon Jeong dengan suara tegas. “Minju masih belum stabil. Kami masih harus mengurungnya untuk mengawasi perkembangan kejiwaannya.”

Sakura tiba-tiba berdiri. “Mengurung, katamu? Kau pikir adikku binatang?”

“Sakura, tenanglah.”

“Inilah alasanku mengapa aku tidak mau menyerahkan Minju di panti. Kalian akan memperlakukan Minju seperti binatang!”

“Baiklah,” desah dokter Bae Yoon Jeong lelah. “Aku akan mengikuti permintaanmu, asal kau menjawab pertanyaanku terlebih dahulu. Apa kau yakin bisa menangani Minju?”

“Tentu saja,” tukas Sakura penuh keyakinan. “Aku kakaknya.”

“Setelah dia mengacungkan gunting di depan wajahmu? Apa kau masih bisa menjaminnya?”

Sorot mata Sakura yang tadinya dipenuhi tekad yang menyala-nyala kini mulai padam.

“Apa kau bisa menjamin Minju tidak akan melakukan sesuatu yang lebih buruk daripada itu?” lanjut dokter Bae Yoon Jeong.

Api itu akhirnya benar-benar padam. Baru kali ini Sakura kehabisan alasan untuk membela adiknya. Ia tergagap-gagap di tempatnya berdiri dan tubuhnya berayun dengan samar ke depan dan ke belakang. Memori mengerikan saat Minju mengacungkan gunting di depan wajahnya mengganggu pikirannya dan menghancurkan keyakinannya.

Dokter Bae Yoon Jeong mengangkat tangan, meminta Sakura untuk tidak memaksakan diri. “Akui saja bahwa panti rehabilitasi menjadi jawaban terbaik atas masalah kalian. Aku akan memberikan kesempatan untukmu dan Minju bertemu. Tapi hanya sebentar saja, lalu kembalikan Minju pada kami.”

***

Sakura duduk di sebuah sofa coklat di tengah-tengah ruangan dan diawasi melalui cermin dua arah. Pria itu tampak tegang dan merasa was-was. Ia tidak dapat berhenti mengintip ke cermin itu dan membayangkan wajah-wajah para petugas paramedis dan dokter Bae Yoon Jeong. Kedua tangannya diapit erat-erat di antara kedua lutut sambil menunggu Minju datang.

Pintu itupun terbuka, Seorang petugas pria berseragam masuk disusul oleh Minju. Sakura sontak berdiri dari sofa dan meperhatikan adiknya saat ini Minju tampak kacau. Ada bayangan hitam besar di bawah matanya yang menandakan dia kurang tidur, matanya juga bengkak luar biasa rambutnya tidak disisir dengan rapi dan pakaiannya kusut.

Begitu petugas itu meninggalkan keduanya sendirian, Minju langsung berlari dan melompat ke dalam pelukan Sakura. Minju menangis sejadi-jadinya di pundak Sakura dan memeluk erat-erat leher pria itu.

“Kenapa kau terlambat datang? Kenapa kau terlambat datang, Sakura?” tangisnya.

Sakura tidak menjawab, selain hanya mengusap kepala Minju dengan lembut.

Minju melepas pelukannya dan menatap wajah lusuh kakaknya. “Kenapa kau diam saja?”

“Aku...”

“Kita akan pulangkan?” Minju menyeka air matanya. “Kita akan pulangkan? Aku tidak mau berada di sini.”

Sakura menelan ludah dengan susah payah. Ia menjilati bibirnya, lalu menoleh pada cermin di sisi kirinya. Dokter Bae Yoon Jeong masih mengawasinya dengan hati-hati dari ruangan sebelah.

“Aku yang akan pulang,” kata Sakura dengan suara terbata, “kau akan tetap berada di sini.”

Kedua lengan Minju jatuh dengan lemah di kedua sisi tubuhnya. Sorot matanya berubah. Gadis itu mundur dengan khawatir. “Aku pikir kau datang untuk menjemputku,” bisiknya.

Tangan Sakura bergetar. Air mata menumpuk di pelupuk matanya. “Maafkan aku, Minju” lirihnya, “maafkan aku.”

Minju berjalan mundur, semakin jauh dari Sakura. Matanya menangkap sosok Sakura dengan jelas, namun merasa tidak mengenal kakaknya lagi. “Kau tidak seharusnya melakukan itu padaku!” jeritnya putus asa. “Apakah aku begitu mengerikan sampai kau membiarkanku di sini? Apakah aku begitu menakutkan, Sakura?”

Air mata itu akhirnya meleleh jatuh merembesi pipi Sakura kala dua orang petugas masuk ke dalam ruangan. Pertemuan itu telah berakhir, minju memberontak dan menangis lagi di lengan-lengan kokoh para petugas itu. Sakura tidak sanggup melihat adiknya diseret dengan kasar seperti itu dan jeritan-jeritan duka dari suara Minju mengiris-iris kupingnya, tapi ia hanya bisa diam berdiri di sana tanpa melakukan apa-apa. Dokter Bae Yoon Jeong muncul di ambang pintu ruangan itu dan menghampirinya.

“Kau kakak yang baik, Sakura,” kata dokter Bae Yoon Jeong, mengusap bahu Sakura. “Kau sudah melakukan yang benar untuk adikmu.”

***

Lampu-lampu jalan mulai dinyalakan satu per satu seiring dengan hilangnya senja. Yena menapakki trotoar yang kering dan berdebu dengan sekantung kaleng bir di pelukannya. Ia berjalan menuju rumah di ujung blok, lalu mengetuk salah satu pintunya. Untuk beberapa saat, ia tidak yakin bahwa Sakura ada di rumah namun ia memutuskan untuk mengetuk pintunya sekali lagi dengan lebih keras. Tak kunjung dibukakan juga, Yena berniat ingin menggedornya tapi sebelum itu terjadi pintu itu akhirnya terbuka dan sosok yang dicarinya muncul di hadapannya.

“Mau apa kau kemari?” tanya Sakura dengan nada tidak bersahabat.

Yena mengamati Sakura sekilas, merasakan ketidakberesan pada sikap dan penampilan sahabatnya itu. “Aku sudah mendengar semuanya dari Eunbi,” kata Yena.

Sakura hanya mengerjap-ngerjapkan mata.

Yena mengangkat sekantung kaleng bir yang dibawanya dan berkata, “Aku membawa ini untukmu. Kuharap ini bisa membuatmu lebih baik.”

Sakura mendelik kearah kantung plastik itu dan akhirnya mundur, kemudian membuka pintu lebih lebar. “Masuklah.”

***

Terdengar bunyi klek diikuti suara mendesis ketika Yena membuka salah satu kaleng bir. Ia menyerahkan kaleng yang satu itu pada Sakura, kemudian membuka kaleng yang lainnya untuk dirinya sendiri. Mereka duduk di meja dapur sembari menikmati bir dan udara malam musim panas yang berasal dari pintu dapur yang dibiarkan terbuka.

Yena mengawasi Sakura yang meneguk birnya dengan susah payah. “Aku turut menyesal dengan kejadian itu, Sakura,” katanya.

Sakura memejamkan mata erat-erat seperti orang kesakitan. Bir itu lumayan membakar tenggorokan dan dadanya tapi sensasi yang cukup menyakitkan itu tidak menghentikannya untuk meneguk birnya lagi.

“Apa kau sangat merindukan Minju?” tanya Yena lagi.

Sakura berhenti meneguk birnya. Tangannya meremas erat kaleng bir hingga salah satu bagiannya remuk. Sakura menatap Yena dalam diam dan itu sudah cukup menjelaskan semuanya, Yena tertunduk dan mendesah panjang.

***

Happy kkubi days ya semoga makin banyak moment mereka atau ngevlive bareng gitu kek wkwk. Back to topic asli gue ngerasa works gue yang ini monoton banget deh, udah kek ya kehilangan rasa apa perlu asupan mbak game kkura ya (lol). Silahkan di nikmati


BRUNCHWhere stories live. Discover now