BAB 47

58K 8.2K 811
                                    

Sudah siap menyerbu bab ini? Siap mengihasi paragraf dengan komentar kalian? Jangan lupa vote! >_<

_______

^Selamat Membaca, Tanta Readers!^

.

.

Mama bilang dia akan selalu ada untuk Utara. Seperti bintang yang selalu melihatnya dari kejauhan

~~~

P

akaian dominasi hitam menggambarkan suasana duka di area pemakaman. Satu persatu orang mulai pergi. Hari yang mendung, mulai gerimis kecil. Gundukan tanah bertabur bunga dengan papan nisan yang bertuliskan nama sang malaikat tak bersayap Utara terpampang nyata. Cewek itu menatap nanar tak bergeming. Air matanya seolah tidak ada habisnya untuk terus mengalir.

Seolah tuli, Utara mengabaikan ajakan bunda dan ayah untuk pulang. Utara tak bergerak pada posisinya. Selatan yang menemani pun sudah membujuk Utara dan menghiburnya sedikit agar mau pulang. Gerimis kecil kini bertransisi menjadi bulir hujan yang mulai lebat. Selatan ikut berjongkok sambil memayungi Utara.

"Uta, jangan gini terus. Kasian mama," bujuk Selatan. "Uta, nggak mau, kan, mama sedih?"

Utara menggeleng lirih tanpa menjawab.

"Kita pulang, ya?"

Utara kembali menggeleng.

Selatan diam. Ia memaklumi dan memberikan waktu lagi untuk Utara.

"Mama..." Utara mulai terisak kembali sambil menggigit bibir bawahnya. "Mama pasti sudah bahagia. Mama udah nggak merasa sakit lagi. Mama pasti bertemu papa."

"Kenapa aku nggak diajak?! Aku mau ikut!"

Selatan menarik Utara ke dalam dekapannya. Ia mengusap halus puncak kepala Utara. "Sssttt, nggak boleh ngomong gitu."

"Gue mau ikut!"

"Uta, dalam setiap doa, lo selalu minta yang terbaik, kan? Mungkin ini jawaban dari doa lo. Mama sudah nggak merasa sakit lagi."

"Terbaik apanya?! Takdir nggak adil!"

"Tuhan itu adil, Uta. Karena di luar ekspektasi dan harapan kita, kita jadi menganggap Tuhan itu nggak adil."

Utara mencekal kuat kemeja hitam Selatan. Ia kembali menangis.

"Nanti malam kita liat bintang sama-sama. Di sana ada mama sama papa yang juga melihat kita. Ini memang berat, tapi mungkin ini yang terbaik."

"Terbaik? Sekaran gue nggak punya siapa-siapa! Kenapa semesta menghukum gue kayak gini," ujar Utara tersedu-sedu.

"Lo nggak sendiri. Ada bunda, ayah, dan ada gue."

Dan, gue akan menepati janji gue ke mama buat menjaga lo.

***

Masih lama lagi nggak, ya?" Gadis kecil dengan tas bergambarkan salah satu Princess Disney itu menipiskan bibirnya. "Sebentar lagi mau hujan." Telapak tangan mungilnya menadah ke langit. Tampak awan kelabu yang begitu pekat bersamaan dengan tiupan angin yang menerbangkan beberapa helai rambutnya.

"Kalo hujan, kita tinggal hujan-hujanan. Seru!" Selatan yang baru menduduki bangku kelas tiga SD itu menguatkan cekalan di kedua tali tasnya begitu semangat jika urusan mandi hujan.

"Tapi, kata bunda, kamu kan baru sembuh dari demam. Jadi nggak boleh main hujan." Utara dengan ikat rambut berbentuk telinga kelincinya itu menggeleng. Ia menggerakan telunjuknya ke kanan-kiri pertanda tidak boleh di depan Selatan.

Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang