4 || Malak Bayaran

134 129 129
                                    


Alasan itu selalu sederhana.
~Jihan Feiskha Aruna~

🍁🍁🍁

"Belva!" panggil Jihan dari kejauhan.

Sontak, Belva langsung berhenti dan menanggalkan helmnya. "Apa?"

Jihan memberikan cengiran kudanya. "Kapan sih lo nerima gue jadi pacar lo? Padahal gue udah nembak lo sepuluh kali, belum lagi gue nembak lo secara nggak sadar pas lagi ngobrol," Jihan memanyunkan mulutnya. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari mengganggu Belva dipagi hari.

"Han, sebenarnya lo mau apa sih?" Belva terlihat serius. Namun, Jihan masih menanggapinya dengan santai dan masih sempat-sempatnya ia menutupkan kaca helm Belva.

"Bayar gue!"

"Maksud lo?" Belva mulai sedikit tertarik.

"Hati dibalas hati, jantung dibalas jantung. Kamu selalu dihati, tapi selalu gantung." Pantun nyeleneh itu, malah makin membuat Belva bingung meskipun Ia mengerti sekalipun.

"Ah nggak seru lo! Btw, Mau pulang?"

"Kenapa emang?"

"Ikut ya?"

"Gue mau ke camp Rakisma."

Jihan hanya ber 'oh' ria. Meskipun pikirannya tetap kekeuh ingin ikut, tapi hatinya mengatakan jika mungkin Belva butuh waktu bersama teman-temannya. Entah sekedar main game bareng, makan, tidur, atau bahkan curhat-curhatan. Tapi, Jihan jadi tidak yakin jika manusia seperti Belva hobi bercurhat.

"Em, entar sore aku ke rumah kamu boleh?" Jihan mengikuti arah pandang Belva yang mengarah pada Nagisa. Nagisa datang dengan membawa helm ditangan kanannya. Tak lupa dengan tatapan sombongnya.

"Gue di camp sampai malam," Belva menatap Nagisa yang berdiri didepan motornya. "Bareng anak-anak Rakisma."

"Ha? Bareng Nagisa? Nagisa anak Rakisma?!"

"Kenapa lo? Sirik amat." Bukan Belva yang menjawab, tapi Nagisa. Ingin rasanya Jihan melempari Nagisa dengan air comberan agar wajah angkuh Nagisa itu pudar. Baru gabung Rakisma saja sudah sombong, apalagi kalau gabung dimenteri kabinet, pasti Nagisa sudah memasang papan jalan 'Gue Menteri Kabinet!'.

"Gue udah gabung sejak kelas sepuluh," lanjut Nagisa. "Dan gue adalah sahabat baik Belva, bahkan sejak balita. Kita banyak kebersamaan romantis. Ihhhhh nostalgiaaaa..."

"Nagisa, itu cuma kenangan sepihak lo." Belva menatap sinis.

"BUAHAHAHAHAHAHA!!!" Jihan tertawa terbahal-bahak sampai mulutnya selebar sumur. Memang, tertawanya tidak ada manis-manis ataupun feminimnya.

Nagisa terdiam malu. Namun ia langsung gunakan kesempatan ini untuk memanas-manasi Jihan.

"Tapi gue banyak punya kenangan tak terlupakan sama Belva. Gue tetangga yang dulu nemanin waktu dia masih kecil."

"Dan lo yang baru aja kenal sama Belva, jangan sok deket. Belva juga risih sama kehadiran lo."

"Nggak nanya," jawab Jihan dengan nada menjengkelkan. Jihan menyilangkan kedua telapak tangannya didepan dada. "Gue, bersama segenap Bangsa Indonesia dan sekitarnya, mengucapkan bodo amat yang sedalam-dalamnya."

"Lo berdua sama-sama miring."

Brum...

"Eh? Belva!!"

"Pft! Buahahahahahaha! Lo sih kelamaan. Ditinggal 'kan. Mampusss." Jihan berjalan mendahului Nagisa yang menahan amarahnya. Jika mau menyalahkan Jihan pun, Nagisa tidak akan bisa karena Belva sendirilah yang meninggalkan Nagisa.

MyBeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang