6 || Rasa Itu

121 115 119
                                    


Mataku diciptakan agar aku tidak hanya menilai orang dari telinga, hati nuraniku diciptakan agat aku tidak mudah menilai orang dari mata dan telinga
~Jihan Feiskha Aruna~

🍁🍁🍁

"Belva!"

"Ehhh ada neng Jihan kawaii," sapa Galang dengan suara serak khas bangun tidurnya. Galang setengah duduk menyapa Jihan dari atas motor. Matanya masih sayup-sayup dan terlihat jelas jika dia benar-benar tidur berbantalkan stang motor sport Belva. "Watashi wa, anata daisuki desu..."

"Dih, wibu stress." Riki berlagak merinding dan menjauh beberapa langkah dari Galang.

"Lah Gagal? Pagi-pagi udah tidur aja? Diparkiran motor lagi. Ck ck ck, ngga etis." Jihan berkacak pinggang.

Tak lama, Martinus datang dengan membawa beberapa Cola ditangannya. Ekspresinya sama kagetnya dengan Joshua yang langsung berlari meninggalkan Maryinus begitu melihat Jihan. Joshua seantusias itu karena Joshua sedang ada misi mengemis nomor WA Puput, teman sekelas Jihan yang kemarin ikut dihukum bersamanya.

"Jihan~" sapa Joshua dengan suara sok imutnya.

"Nggak! Si Puput Puspitasari kasihan kalau ditipu pak boi kayak lo pada." Jihan meninggalkan Joshua yang cengo dan Galang yang menertawakan Joshua. Sudah sejak kemarin Joshua spam chat di WA Jihan hanya untuk meminta nomor Puput.

"Wah... Ada apa gerangan Neng Jihan mencari Bang Mark?"

"Oh iya, Belva dimana?"

Ia menunjuk kearah pohon beringin terbesar yang ada di SMA Horoscope. Konon katanya, pohon itu sudah ada sejak zaman penjajahan dan tidak boleh ditebang dengan alasan pamali dan pohon itu yang membantu menyegarkan udara di SMA Horoscope. Selain itu, katanya, pohon itu memiliki penunggu seorang noni-noni Belanda bernama Angeline Van Deutrch, serta seorang arwah penasaran bernama Muichibo Shinagawa yang konon katanya adalah tentara koloni Jepang yang dilucuti dan di gantung mayatnya dipohon ini.

"Lah? Itu Riki?" Martinus menyipit-nyipitkan matanya—takutnya Ia salah lihat. "Kayaknya tadi Dia lagi ngobrol sama Joshua dah?"

"Ye, lonya aja yang nggak lihat Riki kesana barusan."

Entah benar atau tidak, tapi jika sendirian disana, katanya akan ada yang membisiki dan menganggu. Pohon itu dinamai Libo, singkatan dari Angeline dan Muichibo.

"Untung disana ada Riki dan Jendrik," Jihan mengelus dadanya. "Kalau nggak, pasti Belva udah dicadiin pacar Mba Angel."

Galang, Martinus, dan Joshua, hanya menatap perginya Jihan dengan tarikan nafas. Bisa-bisanya Jihan langsung melenggang pergi tanpa mengucap sepatah dua patah kata lagi.

"Huh... Gue mau nanya, serius. Kenapa cewek kalau dipegang lambang OSISnya, nanti mereka ngamuk?" tanya Galang secara tiba-tiba, ngawur, ngaco, dan nyeleneh.

"Ogeb banget lo! Cari mati," Martinus menendang pelan kaki Galang yang mengantung dari atas motor. "Ko coba pegang lambang OSIS nya Mona. Ah! Atau Jihan saja?"

"Kalau Mona, ntar gue disikat Riki."

"Kalau gue jadi galang, gue pengennya Jihan aja, tapi gue nggak mau cari mati sama Jihan." Joshua mengingat kejadian dimana Jihan dapat membanting George dengan tangan kosong, dengan badan seberat 45 kg dan setinggi 155 cm saja.

"Iya sih, lebih mantep Jihan, tapi ya lebih banyak resiko." Galang ikut-ikutan meriding.

"Sio Tuhannn... Maafkan sa pu teman omes-omes ini," keluh Martinus sambil menatap langit.

MyBeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang