6. Istilah Asing

32 2 0
                                    

Netra beriris cokelat gelap milik Azalea berkedip bingung setelah uluran tangan lelaki tersebut ditangkap oleh penglihatannya. Dahinya berkerut samar, mempertanyakan maksud dari uluran tangan sosok berjubah tersebut.

"Maaf untuk yang tadi, aku tidak sengaja."

Azalea menggelengkan kepalanya pelan, menolak halus permintaan maaf dan uluran tangan tersebut. Ayahnya pernah memintanya untuk tidak menerima barang apapun dari orang asing. Walau menolak uluran tangan dan niat baik sosok tersebut akan membuatnya dicap sebagai 'anak tidak tahu terima kasih,' aura sosok tersebut cukup menjadi alasan atas perbuatan kasarnya tersebut.

Sosok itu sama seperti Arsa. Dia sendiri juga tidak tahu apa yang membuatnya dapat berpikir demikian.

Cepat-cepat dia bangun dari duduknya seraya memasang tudung jubahnya kembali.

Dia mengerutkan dahinya setelah merasa ada sesuatu yang raib dari tangannya. Pandangannya dia tujukan pada telapak tangan dan tempat yang dipijaknya. Wajahnya meredup seketika.

Ah ya, makanannya jatuh.

Sosok berjubah tersebut menarik ujung bibirnya sedikit melihat wajah anak di hadapannya yang terlihat meredup. Lucu sekali. Sudah berapa lama sejak terakhir kali dia berbicara santai dengan penduduk desa--selain bocah bermata biru kehijauan itu?

Azalea hanya bisa diam seraya mengerutkan dahinya bingung kala sosok di hadapannya menahan tawanya.

Aneh.

Anak di hadapannya ini benar-benar aneh. Permintaan maaf yang tadi dilontarkan untuknya tadi, dia tahu kalau itu tidak sepenuhnya tulus. Dari suaranya juga, dia tahu anak di hadapannya ini umurnya tidak terpaut jauh darinya.

Lantas, walau samar, dia dapat merasakan kengerian medekapnya erat-erat, terlepas dari aura mengerikan yang melingkupi tubuh anak di hadapannya ini.

Azalea mengepalkan tangannya kuat-kuat, sejenak melupakan rasa perih yang samar-samar masih terasa.

Sosok gadis kecil bersurai hitam itu mendengkus pelan, membuat sosok bertudung itu melirik ke arahnya sekilas.

"Jadi, apa yang akan Anda lakukan terhadap makanan saya?"

Sosok itu menyeringai. "Memangnya makananmu kenapa?"

"Mata Anda masih berfungsi dengan baik, bukan?" balasnya cepat dengan intonasi datar, yang sepertinya terinspirasi oleh sifat Arsa.

Dia tidak begitu peduli dengan ucapannya yang terkesan kasar, karena sosok di hadapannya ini telah melakukan hal yang sama padanya. Setidaknya, ini pertama kali dirinya berlaku seperti ini.

"Hm? Mataku?"

Azalea benar-benar tidak tahu apa yang anak ini pikirkan saat dia mencondongkan tubuhnya ke arahnya, yang sontak membuatnya mangambil selangkah mundur. Seringai tipis sosok di hadapannya samar-samar dapat dilihatnya dengan mata setengah tertutup.

"Coba kau periksa sendiri."

Ragu-ragu, Azalea membuka matanya. Bahunya terangkat sejenak setelah tatapannya bertemu dengan iris merah menyala milik anak di hadapannya ini. Tangannya bergetar pelan setelah menyadari warna iris mata milik sosok di hadapannya ini. Aura yang mati-matian ditahan olehnya mulai membuat sekujur tubuhnya terasa menggigil.

Tidak salah lagi. Sosok di hadapannya ini pasti yang menyuruhnya tidur aat dia setengah sadar siang tadi. Suaranya hampir persis.

"Kamu--"

"Pak, saya pesan yang anak ini pesan tadi," ujar sosok berjubah tersebut menginterupsi pertanyaan Azalea seraya menunjuk ke arahnya, walau jarak mereka secara tiba-tiba terpaut cukup jauh. Azalea sedikit terkejut. Tanpa perlu banyak memakan waktu, dia segera mengahampiri sosok aneh itu.

Sekelam AngkasaWhere stories live. Discover now