8. Emosi Asing

14 2 0
                                    

Hei, Aku. Kenapa kamu menjadi seperti ini?

Azalea terdiam. Dalam kepalanya, muncul pertanyaan-pertanyaan seputar penyebab tingkah aneh 'Azalea lain' di tempat yang dia yakini sebagai kamar Arsa. Tatapannya hampa, seolah tidak ada lagi Azalea di dalam sana. Badannya terlihat tidak bertenaga, seolah ia tidak makan dalam beberapa hari sebelumnya. Air mata mengaliri pelupuk matanya, membuatnya semakin kebingungan dengan penyebab hancurnya dirinya yang lain di sana.

Perlahan, dia mendekati tubuh yang telah berubah itu--menjadi lebih dewasa dari dirinya saat ini. Tangannya terulur ke arah pelupuk mata gadis itu, hendak menghapus air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Namun sesekali dia urungkan, lalu kembali dia ulurkan. Terus menerus seperti itu hingga akhirnya dia benar-benar memilih untuk menghapus air matanya.

"Sungguh ... menyedihkan," bisiknya pelan bersamaan dengan rasa kemanusiaannya yang kembali hadir walau hanya sedikit.

Tangannya berhenti selepas netranya bertemu dengan mata beriris cokelat gelap yang perlahan menggelap, hingga warna itu berubah mendekati warna hitam.

Itu mengerikan.

Itu adalah tatapan keputusasaan.

Namun lebih pekat, dan lebih gelap.

Dalam sedetik, lingkungan sekitarnya berubah total. Dari yang tadinya kamar yang didominasi dengan bahan berwarna kayu, kini berubah menjadi langit mendung. Awan berwarna abu itu kian menggelap. Dia berdiri di tengah-tengah dunia asing yang ia tahu eksistensinya tidak ada di dunia manapun. Dalam hitungan detik, warna kapas abu gelap itu bertransformasi menjadi warna hitam pekat. Kilatan cahaya saling sambar menyambar pucuk pohon yang telah layu sepenuhnya.

Azalea, jiwa Azalea yang berumur sebelas itu menjerit keras setelah kumpulan emosi lepas serta menusuk kalbunya dalam-dalam.

'Sakit.'

Sesuatu kasat mata berbentuk sepasang tangan raksasa itu menarik kedua kakinya. Memaksanya untuk tenggelam ke dalam dunia didominasi berwarna abu-abu yang perlahan menjadi sewarna angkasa.

Seolah ... itu adalah hukuman untuk Azalea yang lain.

'Monster. Lebih baik aku mati saja.'

Tapi, dia yang Azalea berumur sebelas, mengapa harus menggantikan sosok yang seharusnya mendapat hukumannya di sini?

Mengapa?

Kedua tangan mungilnya mencengkram dadanya kuat-kuat sementara perasaan abstrak tengah mengukir kata-kata kata-kata di dalam kalbunya. Air mata terus membanjiri kedua pelupuk matanya. Perasaan kemanusiaannya telah kembali, namun menggila dengan perasaan-perasaan asing datang padanya. Perasaan Mati yang mematikan hatinya telah pergi, namun perasaan penuh sisi gelap kehidupan ini menggantikannya. Menjadikannya jauh lebih buruk daripada menatap datar tanpa emosi kejadian mengerikan di layar yang ditunjukkan hanya untuknya.

'Maaf dan terima kasih.'

Ucapan itu untuk siapa?

Bagian kaki tepat di bawah lutut dan betisnya telah tenggelam dengan sempurna ke dalam inti dunia abu-abu itu.

'Aku menyesal. Bagaimana caranya menghapus perasaan bersalah ini?'

Dadanya terasa amat sesak. Air matanya terus berjatuhan. Dia tidak tahu kata apa yang mampu menggambarkan kondisinya saat ini.

Sekelam AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang