Part 3 : Hantu Dari Masa Lalu

888 127 6
                                    

Mobil yang dikemudikan Jimin berhenti di depan apartement Seulgi. Mereka terdiam dulu beberapa saat sebelum Seulgi berkata sambil menunduk, " Terimakasih, meski seharusnya kau tidak perlu melakukannya."

"Perkataanmu terdengar meyakinkan. Kalau saja kau tidak langsung melompat masuk ketika aku membawa mobilku." Gurau Jimin, yang masih mengamati lingkungan tempat tinggal gadis itu. Lumayan aman, lumayan bagus.

"Kau membawa tasku. Ponsel, dompet, semuanya disitu." Seulgi merasa harus membela diri.

"Kau bisa saja memukulku. Bukankah sudah kuajarkan?"

Seulgi membuang muka dengan jengah. Tiba tiba terbayang lagi olehnya, ketika ia dan Jimin ada di taman belakang sekolah. Pemuda itu mengajarinya cara melindungi diri.

~Flashback

"Karena cowokmu tidak selalu ada untukmu, baiklah. Kau bisa belajar cara melindungi diri dari cowok lain. Karena cowok lain itu juga tidak bisa selalu bersamamu. Bisa bisa dia di hajar cowokmu."

Seulgi memutar bola matanya.

"Meskipun, jika memang terjadi perkelahian, aku akan mempertaruhkan uangku untuk cowok lain itu." Jimin mengacungkan telunjuknya dengan bergaya, " Cowok lain itu jelas, tidak bisa dipandang sebelah mata." Ucapnya sombong.

"Bicara apa sih kau." Sungut Seulgi.

Jimin menarik tangan Seulgi hingga gadis itu berdiri. Seulgi melirik tangannya dan Jimin yang bersentuhan. Sejak mereka bertengkar di tepi jalan itu, Jimin memang lebih bersikap kasual. Pemuda itu tampak tak ragu untuk menyentuhnya ringan. Dan Seulgi pun masih merasa nyaman atas perlakuan Jimin padanya.

"Pasang kuda kuda."

"Haruskah aku melakukan ini?" keluh Seulgi.

Jimin tertawa melihat wajah malas Seulgi, "Coba sekarang."

~end of flashback

"Aku tidak ingat." Ucap Seulgi pelan.

"Rupanya aku guru yang buruk." Sahut Jimin tak kalah pelan.

Sejenak hening. Seulgi tak tau harus bicara apa lagi. Ia tak nyaman berada Bersama Jimin sekarang. Aneh mengingat dulu ia dan Jimin seringkali berada di keheningan yang nyaman. Ia biasanya mengerjakan tugas, Jimin tertidur atau membaca komik. Mereka tak saling berinteraksi. Hanya berada di tempat yang sama dan Seulgi merasa nyaman. Tapi kali ini rasanya... Berat. Berat karena ia merasa bersalah.

"Aku akan masuk. Terimakasih."

Jimin menoleh sedikit. Tapi tak tepat menatap Seulgi.

"Aku.. Senang melihatmu sehat." Seulgi terdengar putus asa, cepat keluar sajalah kau gadis bodoh, jangan banyak bicara. "Kuharap kau akan selalu baik baik saja." Sebentar, aku harus mengatakan ini. Apapun yang terjadi, kebahagianmu adalah satu hal yang selalu aku doakan. Seulgi membuka pintu mobil. Dan ia membeku.

Jimin menahan tangannya.

Dan rasanya masih sama. Hangat dengan gelenyar aneh. Dari dulu gelenyar itu sudah ada, tapi sekarang, rasanya semakin mengkhawatirkan.

"Apa itu ucapan perpisahan? Apa kau memutuskan untuk tidak menemuiku?" Lagi.

"Kita tidak punya alasan untuk bertemu." Lagi.

Jimin tersenyum. Membuat wajahnya berubah lebih mempesona jika itu mungkin, "Pesta pernikahan Jong In ingat? Kita akan bertemu lagi. Meski mungkin saat itu aku tidak akan bisa mengantarmu pulang." Tiba tiba Jimin ingat alasan dia dan Seulgi sering pulang Bersama dulu, dan ia menghela nafas, "Tapi jika melihat dimana aku berada sekarang, pacarmu sepertinya belum berubah."

TOXIC LOVE (COMPLETED)Where stories live. Discover now