Chapter 5

4 3 0
                                    

Daera tidak suka dengan Hyunjoo, ia selalu membuang muka setiap kali diajak berbicara. Selama menjadi anak baru, teman sebangku Hyunjoo selalu diam.

"Hyunjoo, apa sepulang sekolah kau ada waktu?" tanya Chanyeol begitu menduduki bangku.

"Maaf, aku harus pulang cepat."

"Baiklah." Chanyeol membenarkan posisi duduk, menghadap ke arah depan. Sedikit kecewa karena Hyunjoo menolaknya. Tenang, masih ada hari esok. Lagian mereka satu kelompok, kedepannya pasti akan sering mengobrol bersama.

Bell berbunyi, seluruh murid membereskan peralatan tulis mereka. Semakin kentara sekali jika Daera memang tidak menyukai Hyunjoo. Gadis itu mendorong kursi ke belakang, lalu menarik tas dengan kencang. Tanpa berkata apa pun ia langsung keluar kelas.

"Choi Dae Ra!" panggil salah satu murid di depan pintu kelas. "Kau kenapa? Suram sekali wajahmu."

Tidak ada jawaban, Daera langsung memiting sahabatnya agar segera pergi.

Hyunjoo menghela napas panjang,  susah sekali mencari teman baru. Ia merasa asing di DSS, seperti alien yang berusaha memasuki bumi. Ia mencoba untuk mengabaikan seluruh murid dalam kelas. Tidak terlalu memusingkan mengenai pertemanan. Ia yakin nanti akan memiliki teman, hanya tidak sekarang.

Ia tidak tahu kenapa kedua orang tuanya mengirim ke DSS. Keluarganya bukan orang kaya, tetapi kenapa malah memilih sekolah itu? Ia menghela napas, tidak ingin lagi memikirkan hal-hal yang tidak ia ketahui. Maka, diraihnya ransel lalu keluar kelas.

Hyunjoo menaiki bus kota menuju rumah, sepanjang perjalanan ia terus melamun. Ia tidak tahu kenapa dadanya sesak sekali. Tiba-tiba kepala terasa sakit, seolah ada yang berusaha memberontak. Saat ini hanya ada beberapa penumpang di dalam bus, maka tidak ada yang tahu.  Ia pejamkan mata, kemudian memegangi kepala menahan rasa sakit. Dunia seolah runtuh tepat mengenai kepalanya. Sesaat kemudian, rasa sakit itu menghilang. Perlahan ia membuka mata, korneanya berusaha menyesuaikan dengan sekeliling. Ia lantas melihat pada deretan rumah serta toko-toko. Bukan sekali atau dua kali ia berada dalam situasi tersebut, tetapi berkali-kali.

Hyunjoo pernah bertanya pada ibunya, apa yang sebenarnya telah terjadi. Hanya saja tak ada jawaban. Ibunya hanya berkata, "Jangan mencoba mengingatnya, Hyunjoo!" Apa yang sebenarnya ia lupakan? Kenapa ibunya bersikeras merahasiakan kejadian yang telah membuat dirinya hilang ingatan?

****

"Chanyeol!" panggil Soohe, "besok mama akan pergi ke luar kota." Ia menghela napas, jelas tak ingin meninggalkan putranya. Menjadi komisaris perusahaan memang harus mengorbankan banyak hal. Sudah telalu lama Soohe meninggalkan meja kerjanya. Pekerjaan yang tertunda juga telah menanti untuk diperiksa. Jadi, kali ini ia benar-benar harus pergi.

"Eum." Chanyeol tidak begitu menanggapi, ia sibuk dengan permainannya. Lagian ia sudah besar, tidak perlu lagi diawasi 24 jam.

"Chanyeol." Terdengar nada memohon dari Sohee. "Jangan terlalu lelah, mama berharap kau berhenti dari bermain basket."

"Ayolah ... aku baik-baik saja." Chanyeol bosan mendengar permintaan ibunya yang selalu sama.

"Baiklah, jangan lupa belajar!" Dielusnya rambut Chanyeol dengan lembut. Ia hanya takut terjadi apa-apa, makanya ia sangat memperhatikan putranya.

Chanyeol mematikan playstation, ia beranjak menuju kamar. Untung saja ibunya mengingatkan agar belajar. Besok ia harus mulai mengerjakan tugas kelompok matematika. Jadi, ia harus tidur lebih awal agar tidak terlambat. Sebelum memulai mimpi, ia membayangkan sesuatu. Berharap bisa bertemu Hyunjoo dalam mimpinya.

Jam waker berdering nyaring, segera Chanyeol mematikannya. Jarum jam masih berada di angka enam, ia buru-buru ke kamar mandi. Niat sekali, ia memang tidak mau terlambat karena ingin segera bertemu Hyunjoo. Ia tidak tahu kenapa gadis itu seolah memiliki magnet yang dapat memikatnya. Ia suka dengan keterdiaman Hyunjoo, cara gadis itu memandang, serta berbicara. Di matanya terlihat sempurna dengan paras cantik yang dimiliki Hyunjoo.

Selama bersekolah di DSS, ia tak pernah dibuat seterlena itu oleh murid perempuan. Di sekolah ia memang memiliki banyak penggemar, terlebih pada sikap gilanya yang entah bagaimana dapat memikat lawan jenis. Inilah yang selalu dikatakan oleh Baekhyun, bahwa Chanyeol hanya tertolong kerena memiliki wajah tampan. Selebihnya, hanyalah ketololan setiap kali bertindak dan berucap, lalu sepersekian persen jenius.

Melihat tingkah Chanyeol yang tak wajar membuat Sohee mengerutkan dahi. Biasanya saat ia akan pergi, putranya itu masih tidur. "Apa mama tidak salah lihat?"

"Harusnya aku masih tidur, ya." Chanyeol menunjukkan sederet gigi putihnya, kemudian duduk di kursi meja makan. "Mama akan pergi hari ini, kan?"

"Hmm, kau baik-baik di rumah. Jika ada apa-apa hubungi mama."

"Iya, ngomong-ngomong Papa tidak pulang?"

"Kau tahu jika papamu itu selalu sibuk."

"Sibuk?" Chanyeol mendengkus lalu menatap tajam pada piring di depannya. "Aku mendengar pertengkaran kalian waktu itu."

Sohee menghentikan aktivitas yang semula hendak meletakkan nasi di piring Chanyeol. Ia menatap sendu pada makanan, lantas tersenyum memandang putranya.

"Bukan bertengkar hanya berdebat saja."

"Aah ... benarkah?" Chanyeol bukan anak kecil lagi, jelas jika kedua orang tuannya tengah menyembunyikan sesuatu. Ia tidak akan bertanya karena memang tidak ingin tahu.

"Eum, papamu hanya sibuk saja, besok akan pulang. Cepat makan!" Sohee berusaha mengalihkan pembicaraan, belum saatnya juga Chanyeol tahu. Mungkin nanti ia sendiri yang akan menceritakan secara langsung.

~Tbc~

Letting GoWhere stories live. Discover now