Chapter 10

4 1 0
                                    

Setelah membersihkan diri Hyunjoo berdiri di balkon kamar sambil melihat ke arah jalan di depan rumahnya. Ia sedang bingung mengenai ajakan Chanyeol. Kenapa ia bisa langsung mengiakan tanpa berpikir panjang? Apa nanti ketika ia pergi di hari libur ibunya tidak akan curiga? Hyunjoo bukanlah tipikal gadis yang pandai berbaur dengan lingkungan, terlebih pada lelaki.

"Hyunjoo!" panggil Jinhee.

"Oh, Papa."

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Jinhee, adalah sosok ayah yang sangat berwibawa dan bijaksana di mata Hyunjoo. Ia tidak pernah bertanya kenapa dirinya bisa hilang ingatan. Ayahnya seperti memiliki banyak beban, maka ia tidak akan menambah dengan menanyakan keadaannya. Dokter jelas mengatakan jika ia tidak boleh memaksakan diri. Biarlah waktu yang menjawab, meski harus menunggu lama.

"Tidak ada, Papa."

"Aku melihat ada yang menjemputmu kemarin." Terdengar berat saat Jinhee menghela napas. Ada sorot khawatir yang terpapar jelas di manik matanya.

"Dia teman sekelasku." Hyunjoo memandang ayahnya, ada yang aneh semenjak mereka pindah. Ayahnya itu sering menghela napas panjang, seolah berusaha menyembunyikan sesuatu. "Besok aku akan pergi dengannya."

Dipaksakannya sebuah senyuman, guratan di wajah itu tampak jelas, mencetak kerutan. "Berhati-hatilah, Sayang."

"Sepertinya Papa sedang memikirkan sesuatu."

"Hanya masalah kecil, sini peluk papa." Jinhee merentangkan kedua tangan dan segera Hyunjoo melemparkan tubuh ke pelukannya. Gadis itu kesal karena tidak bisa mengingat apa pun, bahkan bagian terkecil dari dirinya. Seperti apa lelaki yang memeluknya, apa saja yang pernah mereka lakukan? Kejam sekali, ia juga tak mengingat kenangan bersama kedua orang tuanya.

Aku merasa ada sesuatu yang aku lupakan. Beberapa kali ia memimpikan sosok lelaki yang tampak samar, hanya siluetnya saja. Datang dalam sekejap sembari memanggil-manggil namanya. Ia tidak berani bertanya mengenai siapa lelaki itu, dan tidak pula pernah mengungkit mimpi-mimpinya pada siapa pun.

Angin berembus semakin kencang, mereka memutuskan memasuki rumah. Kamar Hyunjoo tidaklah luas, bahkan terkesan sempit. Namun, kamar sederhana dan minimalis itu menyuguhkan interior ruangan yang cantik. Ia sengaja menata sedemikian agar betah di rumah barunya. Dinding berwarna putih dipadukan dengan seprei berwarna pastel, serta terdapat beberapa aksesoris di sekeliling. Hyunjoo cukup kompeten dalam mendekorasi tata letak baran-barang dalam kamar. Ruangan sempit diubah senyaman mungkin, ia tidak ingin mempersulit orang tuanya hanya karena sebuah kamar.

~~~~

Sepulang sekolah Chanyeol merebahkan diri di atas ranjang. Ia menutup wajahnya dengan bantal, berteriak sekencang-kencangnya. Girang karena dirinya akan pergi bersama Hyunjoo. Kencan? Anggap saja seperti itu.

Kencan pertama yang membuat hatinya berdebar. Ya, Chanyeol mulai menyukai Hyunjoo semenjak gadis itu menjadi murid baru di kelasnya. Setiap detik dalam menitnya, ia terbayang-bayang oleh wajah Hyunjoo. Gadis itu begitu membenak dalam ingatannya, sampai sedetik saja Chanyeol tak bisa memikirkan hal lain. Lusa akan menjadi hari yang paling ditunggu-tunggu olehnya.

Hari terasa panjang, sekarang masih hari sabtu dan ia tidak sabar menunggu hari esok. Sepanjang malam ia terjaga, sedikit pun tidak bisa menutup mata.

"Kapan matahari akan terbit? Kenapa lama sekali?" keluh Chanyeol.

Chanyeol marah pada jam, ia membanting jam wakernya ke atas ranjang. Ia sama sekali tidak bisa tidur. Menunggu hari esok sama halnya menunggu penerimaan rapot kenaikan. Hanya ada debar dan tegang di setiap kali nama-nama dipanggil. Sepanjang malam Chanyeol terus memikirkan Hyunjoo. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya besok. Ia tidak tahu apa yang akan dikatakannnya besok. Membayangkan untuk tidur saja Chanyeol tidak bisa, ia benar-benar dibuat bodoh oleh hari esok. Hanya ada hari minggu yang menyenangkan dalam bayangannya; berdua dengan Hyunjoo dan bersama sepanjang hari.

Chanyeol mulai memilih daftar kata yang akan diucapkan, juga merencanakan apa saja yang harus dilakukan besok. Ia menengadahkan wajah di balkon kamar. Ia melihat bintang dan bulan. Benar-benar sangat cantik. Cahayanya bersinar terang, semesta seolah turut berbahagia untuknya. Kerlap-kerlip bintang pun seraya tertawa, ia membalas dengan tersenyum simpul. Ia terus memikirkan Hyunjoo. Sepertinya ada program di hatinya yang setiap saat melakukan peningkatan untuk mengagumi Hyunjoo. Jika saja ada aplikasi kunci jawaban cara meluluhkan hati Hyunjoo, ia akan menjadi orang pertama yang memasang di ponselnya.

Chanyeol beralih melihat dirinya sendiri melalui pantulan cermin. Hatinya masih berpacu, ia tidak ingin mengucapkannya lagi. Betapa ia sangat ingin hari esok dipercepat. Sekali lagi Chanyeol melihat ke arah jam waker. Masih menunjukkan pukul satu malam. Harinya seperti berada di novel saja, semenit terasa setahun. Senyum itu telah mengembang dari semenjak Hyunjoo mengatakan akan pergi dengannya.

Akhirnya pagi yang sekian lama ditunggu oleh Chanyeol pun datang. Sinar matahari menembus memasuki celah gorden kamar. Sebelum ke kamar mandi, ia menyempatkan diri bercermin. Ada lingkaran hitam di sana, ia mengumpat pada diri sendiri. Bagaimana ia akan bertemu Hyunjoo dengan wajah seperti itu? Ia kurang tidur karena semalam hanya dihabiskannya menunggu hari esok.

Pukul tujuh lebih lima belas menit, Chanyeol telah bersiap keluar kamar. Ia mengenakan sepatu hitam, celana jeans, dan kaos putih berbalut jaket denim. Begitu Chanyeol sampai di bawah, ibunya bertanya sembari mengerutkan kening. Tak biasanya di hari Minggu Chanyeol bangun pagi.

"Dan, apa ini? Kau sudah mandi? Akan ke mana kau pagi-pagi begini, Chanyeol?"

"Pergi bersama teman," jawab Chanyeol.

"Harus sebahagia itu? Astaga, kau tidak tidur semalam?" Wanita itu memegang wajah putranya, ada perasaan khawatir dalam sorot matanya.

"Aku baik-baik saja, hari ini aku akan pergi dengan murid baru. Namanya Choi Hyun Joo."

"Choi Hyun Joo?" Ibunya mengedip-ngedipkan mata tak percaya.

~Tbc~

Letting GoWhere stories live. Discover now