Bab 8

54.6K 6.7K 151
                                    

BangNaka:
Dek perlu Abang kirim uang gak?

Pesan sang kakak membuat Ayel teringat pengeluaran bulan ini. Sekarang tanggal tua, uang nya masih lumayan untuk biaya hidupnya. Ayel bukan dari keluarga yang kaya raya dari lahir, ataupun keturunan konglomerat. Keluarganya bisa seperti sekarang berkat kerja keras dirinyalah. Hidup telah layak, tak perlu lagi sang Ayah panas-panas mencari uang. Ia pun bisa memberi pekerjaan tetap untuk sang kakak.

Dulu sekitar tiga tahun lalu, Ayel bersama kedua temannya telah berinovasi luar biasa yang dapat mengubah perekonomian menjadi sangat layak seperti sekarang.

Awal mulanya, tepat ketika lulus SMA teman-temannya sibuk mendaftar kuliah sana-sini, ia pun demikian, mengikuti tahapan seleksi untuk dapat masuk ke perguruan tinggi impian. Namun setelah pengumuman dan ia dinyatakan terima di salah satu penguruan tinggi di provinsi nya, orang tuanya tidak dapat membiayai karena terkendala biaya.

Ia sempat terburuk awalnya, sebelum kedua teman kelasnya semasa SMA menghubungi dirinya mengajak membuat peluang mengahasilkan uang. Mereka pun sedang mengganggur sama sepertinya. Bukan karena tak ada biaya, melainkan sudah mengikuti beberapa tes namun belum rezeki untuk lulus. Padahal salah satu temannya itu merupakan siswa berprestasi, selalu aktif mengikuti lomba, ia pula menduduki siswa terpintar seangkatan. Namun ternyata sang pencipta—Allah Yang Maha Esa telah merencanakan suatu yang luar biasa.

Mereka awalnya iseng mengajak kumpul bersama, saling sharing keadaan, saat itu mereka masih tak kepikiran untuk melakukan apa-apa selain belajar mempersiapkan tes tahun depan. Sudah hampir sebulan mereka selalu kumpul bersama untuk belajar. Hingga Eja temannya yang memiliki otak cerdas itu iseng berbicara ingin punya usaha. Ayel pun kepikiran keadaan yang sekarang selamanya tak akan berubah ketika ia tak berusaha, harapannya untuk kuliah sudah seharusnya di tambah dengan usaha untuk mengumpulkan biaya. Sehingga ia merespon ucapan Eja dengan serius.

3 tahun lalu

"Gue pengen deh punya usaha." Fahreza yang sedang memutar-mutar pena menerawang sambil berkhayal.

Mereka bertiga sedang berkumpul di ruangan yang telah menjadi Markas mereka satu bulan terakhir ini. Tempatnya loteng diatas rumah Eja. Rumahnya memang besar, disampingnya banyak kos-kosan, ia memang terlahir dari keluarga lumayan berada. Ayahnya seorang tentara yang berpangkat. Rumahnya pun dekat dengan wilayah militer ini.

Ayel yang sedang di balkon luar langsung menyaut, "Ayok kita buat usaha." Semangatnya langsung berjalan menghampiri.

"Daripada kita gabut, sibuk ngambis gini, mending sekalian cari peluang duit, itung-itung bisa bantuin gue biar bisa kuliah." Tambahnya lagi mendramatis.

Ia memang sudah sangat dekat dengan dua lelaki itu, saling bercerita mengungkapkan keluh kesah. Mereka saling support, bahkan Eja sempat berucap akan bilang kepada sang ayah untuk membiayai kuliah Ayel jika tahun depan keluarganya masih belum bisa membiayai.

"Usaha apa? Lo ada ide?" Tanya Iyaal,

"Ya enggak... Gue tadi cuman asal ngomong."  Eja berucap sambil mencomot gorengan yang telah dibuat oleh sang ibu.

Ibu Eja memang seorang wanita yang sangat baik, mendukung apapun keputusan sang anak yang penting masih hal yang positif. Seperti halnya ketika keputusan Eja untuk menunda kuliah demi mengejar universitas impian, ibunya pun sangat bahagia ketika temannya selalu nongkrong di rumah. Selalu membuatkan aneka makanan.

"Tapi serius dehh, ide Lo tentang usaha itu menarik." Ayell mendudukkan diri di kursi dekat pintu masuk kedalam rumah.

"Usaha apaan ya, yang cocok sama orang sini?"

Centang Biru ✔️Where stories live. Discover now