Bab 9

51.9K 6.3K 152
                                    

Suara tawa dari sebrang sana membuat Ayel meringis malu sendiri jika mengingat kekonyolan dirinya dahulu.

"Ja.. ja.. Lo inget nggak sih waktu kita di undang di acara televisi dulu?" Iyal kembali mengorek kelakuan-kelakuan konyol mereka.

Mereka ini sedang flashback. Kembali menceritakan kisah mereka. Kegiatan random itu memang sering mereka lakukan, ketika mendadak rindu moment itu.

"Inget banget gue, waktu tu Ayel udah ngomong keren banget, udah berasa artis beneran." Ucapan Eja membuat Ayel mendengus, itu terdengar seperti olokan.

"Paham gue, Lo yang udah biasa ngomong depan orang mah santuy. Apa daya gue yang ngomong di depan orang rame dikit udah gemetaran." Balas Ayel merendah.

"Anjirr!! Kata-kata Lo sama kayak waktu Lo ngomong dulu." Iyal tertawa keras.

"Gimana, Yal?" Eja memancing Iyal untuk memperagakan apa yang diucapkan Ayel ketika di undang di salah satu talkshow beberapa tahun silam. Moment yang tak akan pernah terlupakan.

"Apa perubahan yang paling menonjol yang kalian tiga rasakan?" Eja mengarahkan pulpen yang masih di genggamannya ke arah mulut, membuat itu seolah-olah microphone. Menirukan apa yang diucapkan mbak host dahulu ketika mewawancarai mereka.

"Bukan gitu Ja awalnya." Iyal mengambil barang di dekatnya sekiranya bisa dijadikan untuk microphone meniru tingkah Eja.

Sedangkan Ayel hanya menonton kelakuan temannya itu dengan malas. Kejadian itu sudah hampir 3 tahun silam. Masih saja diungkit-ungkit, tidak ada bosannya.

"Wahh ini ni... tiga remaja hebat Indonesia, pengusaha muda sukses." Gitu tuhh mbaknya ngomong, Ayel greget akhirnya buka suara.

"Tau gak, waktu mbaknya ngomong gitu. Gue ngerasa bangga banget. Rasanya pengen teriak, 'emakkk Iyal masuk tipiiii'."

Mereka bertiga sontak tertawa lagi.

"Gue bukan yal, rasanya pengen dadah-dadah ke kamera, terus kirim-kirim salam buat tetangga yang dulu abis nyiyiran gue."

Eja masih terbahak. "Laknat banget Lo Yel. Otak Lo emang gak bener."

"Maklum pertama kali masuk tipi." Cengir Ayel kocak.

"Kalian nggak tahu aja, pas banget kita selesai di wawancara itu papa langsung nelpon gue."

"Papa?" Ucap Ayel memastikan. Sedikit terkejut, mengingat papa ketika sudah turun tangan menelpon pasti ada hal penting yang ingin diucapkan.

Mereka memang memanggil orang tua satu sama lain dengan panggilan yang sama.

"Tumben papa nelpon. Pasti Ngomongin hal penting?" Iyal ikut heran, pasalnya dulu eja belum pernah bercerita tentang ini.

"Penting banget." Ucap Eja seperti meremehkan. "Nanyain gue kenapa milih lagu yang salah waktu di kasih challenge di acara tadi?"

"Hahh?" Iyal tampak lupa dengan acara mereka dulu.

"Masa Lo lupa sih yal, kita kan abis ditanya-tanya itu di kasih game, semacam challenge seru-seruan gitu." Ayel mengingatkan Iyal.

"Ahh iya! Gue inget Lo bawain lagunya bung fiersa kan waktu itu. Ehhh bukannya Lo lupa lirik juga waktu itu?" Iyal kembali tertawa mengingat Eja di suruh bernyanyi namun lupa lirik di akhir, untung saja  cuman acara seru-seruan bukan hal serius.

"Lah, terus Papa kenapa nelpon Lo? Karena Lo salah lirik malu-maluin?" Ayel tampak belum mengerti.

"Gue dinasehatin, masih inget gue kata-katanya. 'Eja, kenapa kamu nggak bawain lagu terpesona aja, pasti nggak malu-maluin salah lirik segala, terpesona kan udah makanan kuping kamu dari kecil, nggak mungkin bakalan salah lirik'."

Centang Biru ✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя