Bab 10

55.3K 6.4K 100
                                    

Ayel sudah siap akan pergi, hari ini ia sudah memiliki janji dengan sahabatnya sedari SD—berbeda dengan Eja dan Iyal. Jika dua lelaki itu bisa bersahabat karena awalnya memiliki masalah yang sama hingga dekat berproses bersama. Namun dengan Adis, mereka sudah berteman lama, memiliki selera humor dan keinstingan sama, intinya mereka sudah saling mengerti satu sama lain.

Adis berkuliah di kota pelajar ini juga, ia malah lebih dahulu sebelum Ayel. Masih ingatkan jika Ayel telat berkuliah setahun? Nah, Adis saat lulus SMA langsung berkuliah, namun berbeda tempat dengan universitas tempat Ayel menempa ilmu sekarang.

Ayel yang sedang memperhatikan penampilannya di depan kaca, terganggu dengan suara handphone yang terus berdering. Diangkatnya telepon yang ternyata dari sahabatnya itu.

"Lo perlu gue jemput atau pergi sendiri?"

Suara nyaring di sebrang sana langsung terdengar, tanpa ada embel-embel salam.

Ayel sempat mengumpat mendengar suara dari sahabatnya itu, mengapa hal seperti itu harus ditanyakan sih, kesalnya. Tentu saja ia butuh tumpangan dari wanita itu. Seharusnya tak perlu di pertanyakan lagi, kost tempat Ayel letaknya di lewati Adis jika akan pergi ke tempat mereka akan nongkrong. Dan Adis masih menanyakan akan di jemput atau tidak? Ayel tahu pasti Adis ingin diantar oleh pacarnya, jika berkata tak usah di jemput, atau bisa saja Adis tetap diantar pacarnya itu meski Ayel meminta jemput, dan Ayel menjadi kambing congek mereka berdua.
Dasar teman laknat maki Ayel.

Benar ternyata, sedekat apapun kita dengan teman, jika ia sudah memiliki kekasih kita di nomer duakan, pacar adalah yang utama. Untung saja Ayel sabar, ia juga akan membalas jika sudah saatnya tiba.

"Walaikumsalam." Sindirnya.

"Astagfirullah.. Assalamualaikum.. maafkan aku ukhti." Ayel hanya memutar bola mata malas mendengar balasan teman tidak ada adab itu.
"Jadi Lo mau di jemput atau enggak?" Ulang Adis.

"Ya jemput lah! Gue tau banget akan busuk Lo."

Sudah Ayel duga pasti Adis di tempat nya sedang menyengir seperti tak ada salah.

"Jadi nyamuk tapi?
Hahaha.. gapapa? Udah biasa juga kan."

"Emang laknat banget Lo, ya Dis, untung gue selalu sabar," Ayel mengeraskan volume suaranya.

"Ya biar sekalian juga, Bany ada janji juga sama temennya deket tempat kita nongkrong. Lumayan, irit bensin tau Yel." Kekeh Adis.

Bany adalah pacar Adis satu tahun belakangan ini. Kuliah di tempat yang sama dengan Ayel. Untung lah Adis mencari pacar yang Ayel sudah kenal, sehingga tak perlu canggung ketika seperti saat ini.

"Dari SMA gue selalu jadi nyamuk, ternyata," Ayel tampak menerawang. Mengingat dari dahulu ia menjadi saksi kisah percintaan sahabatnya itu, sering ikut ketika Adis dan pacarnya berpacaran. Jika diingat mengapa bisa sampai seperti itu.

Sewaktu SMA Adis berpacaran dengan tetangga Ayel. Tentu saja Ayel kenal, karena dahulu Ayel sering pulang bersama dengan pacar Adis itu. jadilah, Ayel sering mengikuti mereka pergi kemana. Untung saja Adis tidak cemburu  karena pacarnya menebengi dirinya, Adis santai. Tak mungkin juga pacarnnya menyukai Ayel.

Jika mengingat kisah cinta semasa SMA, memang tak ada habis-habisnya. Yang mengherankan adalah Ayel tidak pernah mempunyai cowok, lelaki yang mendekati dirinya aja bisa di hitung. Padahal muka yang di milikinya tak buruk, termasuk golongan good looking. Kata teman-temannya sih, karena sifat ngawur Ayel, dan sifat seperti memberi batas dinding kokoh kepada lelaki, sehingga lelaki segan untuk mendekati. Adis saja sangat percaya jika banyak sekali yang mengangumi sahabatnya itu, namun tak berani mengungkapkan.

Centang Biru ✔️Where stories live. Discover now