Bab 15

48.1K 5.6K 172
                                    

Kejadian artis itu menghampiri Ayel dengan tiba-tiba, terhitung sudah seminggu yang lalu. Namun Adis-sahabat Ayel, yang Ayel cap tidak tahu diri itu, belum ada tanda-tanda berhenti mencecar dirinya. Menanyakan apa motif artis itu menemuinya yang masih menjadi tanda tanya. Ayel masih tak habis pikir dengan wanita itu, bukannya merasa bersalah, malah menambah beban dirinya, karena terus-menerus mendapat cecaran dari wanita itu. Sungguh, sejak kejadian itu Ayel tak pernah bisa tenang. Setiap ada kesempatan Adis selalu memaksa dirinya untuk menanyakan kepada Raksa apa motif lelaki itu menemuinya.

Kebencian Ayel kepada sosok artis itupun bertambah, selain karena sifat kepo dirinya yang mengorek aib tentang dirinya kepada Adis seminggu silam, sifat tidak jelasnya pun Ayel benci, dan jangan lupakan pikiran mesum lelaki dewasa itu. Yang paling membuat Ayel benci adalah ketenteraman yang telah terenggut oleh lelaki itu. Bukan! Bukan lelaki itu yang selalu meneror dirinya menanyakan kabar atau semacamnya seperti orang yang sedang pendekatan, itu tidak sama sekali! Namun kelakuan teman bangsatnya ini yang telah menghancurkan ketenangan hidupnya.

Katakanlah Ayel jahat, karena menyalahkan orang yang tidak melakukan sesuatu, tetapi bukankah jika lelaki itu tidak memulai menghubungi dirinya dan mendatanginya, temannya ini, tidak akan bertingkah hal menyebalkan yang mengakibatkan penuaan dini pada dirinya, karena terlalu sering berbicara dengan urat, sehingga menimbulkan kerutan pada kulit mulusnya. Sungguh menyebalkan!!

Seperti saat ini contohnya, malam-malam Adis terus menelpon dirinya, awalnya, Ayel kira ada hal penting, namun ketika panggilan pertama diangkat Adis malah kembali mengungkit kejadian itu lagi, Ayel yang malas langsung mematikan secara sepihak telepon itu. Akibatnya, sudah dari lima menit yang lalu semenjak Ayel mematikan telepon secara sepihak, handphone nya terus berdering tanpa henti. Padahal Ayel sedang ingin merilekskan pikiran sambil membaca novel elektronik atau e-book. Ayel memang lebih suka membaca novel di handphone dibandingkan yang telah tercetak menjadi buku.

"Lo, bisa nggak sih, jangan ganggu ketenangan hidup gue. Please!!" Karena tak tahan lagi akhirnya Ayel mengangkat telepon itu dengan emosi yang tak terbendung lagi.

"Ihh Lo ini gimana sih yel! Jutaan orang pengen posisi Lo, Lo dengan bodohnya malah mengabaikan sebongkah emas di depan mata. Sungguh heran diriku AYEL!"

Ayel mengambil nafas banyak-banyak, menenangkan emosi yang sepertinya tak membuahkan hasil. "Hallo ADISLA QAISARU!! Anaknya om Qaisar dan ibu Sarumi, please dengarkan gue baik-baik. Jutaan kali gue denger Lo ngomong kalimat itu, sampe kuping gue kalo bisa ngomong udah ikutan teriak gak sanggup. Gue tetep TIDAK AKAN MENGHUBUNGI IDOLA LO ITU!!! Tolonglah, warasin dikit pikiran Lo. Nggak habis pikir gue." Ucapnya penuh emosi.

Ayel merasa tak bersalah sedikitpun atas sikapnya yang berbicara keras seperti ini. Adis itu tipe orang yang bebal tak akan tersinggung jika menyangkut hal seperti ini. Lagian sudah tak sepatutnya dia tersinggung, yang harusnya marah adalah dirinya bukan? Namun Adis tetap lah Adis, wanita bebal jika sudah menyangkut soal idola atau hal yang membuat dirinya penasaran, apapun dia perjuangan agar dirinya puas dan terbebas dari rasa penasaran itu.

"Ayel aneh! Gue kayak gini-"

"Gue kayak gini untuk kebaikan Lo juga, gue kasian ngeliat Lo ngenes mulu dari dulu, coba Lo tanyain maksud sebenarnya kak Raksa. Sapa tau beneran dia tertarik sama Lo, walaupun itu mustahil." Ayel memotong perkataan Adis, dan melanjutkan kalimat yang sudah diluar kepalanya. Seminggu lebih kalimat itu keluar masuk telinganya tanpa henti.

"Nah! Pinter Lo." Balas Adis bangga. "Jadi Lo paham dan akan melakukan saran gue?" Ucapnya semangat.

"Sorry sorry! NO!" Ucap Ayel tajam dengan raut super datar.

Centang Biru ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora