Jangan lupa komen ya ges ya, biar aku tau kalian udah ikut baca cerita ini atau nggak :v-----
"Tania mau nunjukin sesuatu, katanya."
Fauzan dan Metta yang tengah menikmati sarapan, menoleh menatap Avatar yang baru saja bicara.
"Mau nunjukin apa?" tanya Metta.
"Entah, katanya sesuatu. Dia bilang kemarin pas Atar mau pergi sama Matteo."
"Kapan kamu mau liat?" Sekarang Fauzan yang bertanya, namun tidak langsung dijawab oleh anak lelakinya itu.
Alih-alih menjawab, Avatar malag beranjak dari tempat duduk karena sudah selesai menghabiskan sarapannya.
Tanpa menatap Fauzan, cowok dengan seragam SMA itu itu menatap Metta dengan senyuman. "Atar berangkat dulu," ucapnya.
Metta menghela bapas panjang melihat tingkah laku anaknya. "Iya, hati-hati. Sebelumnya Mama mau tanya, boleh?"
Avatar mengerutkan keningnya. "Apa? Soal Tania?"
"Bukan."
"Terus?"
"Di sekolah kamu diajarin sopan santun, nggak?"
Avatar semakin kebingungan dengan ucapan mamanya. "Maksudnya apa, Ma?"
Berdecak seraya memutar bola matanya malas. Metta tahu kalau Avatar hanya pura-pura tidak tahu. Kata-kata yang keluar dari mulutnya barusan sudah jelas mengingatkan anak itu atas kelakuannya beberapa saat yang lalu.
Mengabaikan orang tua sendiri tentu bukan tingkah laku yang baik, bukan?
Bahkan Avatar tidak melihat Fauzan sama sekali.
"Di sekolah diajarin nggak kalau nggak jawab pertanyaan dari orang tua itu sikap yang nggak sopan? Pasti diajarin, dong?" tutur Metta. Meski kesal, wanita itu tidak mengatakannya dengan nada kasar.
"Diajarin."
"Terus kenapa nggak diterapin?"
Sekarang Avatar yang memutar bola matanya malas. Tidak mungkin kalau ia harus berdebat dengan Metta sekarang, sebab waktu sudah semakin siang. Yang ada malah kesiangan.
Tidak mau hal itu terjadi, Avatar beralih menatap laki-laki yang tidak lain adalah papanya guna menuruti ucapan Metta.
"Paling nanti malam. Jangan ada yang bilang soal ini ke dia, nanti ngamuknya makin nggak bisa dikendaliin," ucap Avatar.
YOU ARE READING
FAUZAN 2 : Unfinished Story
Teen FictionIni cerita tentang Tania, gadis yang mengurung dirinya selama bertahun-tahun. Berkilas balik ke masa SMA-nya, masa di mana Tania melakukan dan menerima segala hal. Masa di mana Tania tidak menginginkan masa itu ada dalam hidupnya. "Aku nggak bebas...