Chapter 1

2.1K 104 7
                                    

“Sekian musim aku merasakan petikan gitar yang perih bak tersayat sembilu. Namun seiring berjalannya waktu, aku menemukan sehelai benang kasih yang mampu menjahit lukaku yang telah lama menganga…”

-AZOF PRADANA-

-Lebih baik aku memainkan gitar di hadapanmu seorang sampai tangan ini patah, daripada harus memainkannya di hadapan jutaan bidadari lain, tapi itu membuat hatimu patah-

◊◊◊

Langit senja. Sore sebentar lagi akan berganti malam. Seorang lelaki berwajah teduh berambut lurus─nyaris gondrong bernama Azof Pradana itu duduk di depan balkon hotel berbintang lima. Hotel megah yang berdiri di pesisir pantai. Suara ombak bergemuruh menghantam batu karang. Hamparan pasir berdesir terbawa angin. Sore itu memang begitu indah. Tak ayal jika Azof ingin mengabadikan momen sunset yang terkenal indah itu. Azof berdiri dan menyenderkan dadanya di pagar balkon. Matanya terpejam menikmati hembusan angin laut. Ia terlihat begitu menikmati senja. Tapi hatinya tak setenang wajahnya. Ia ingin segera kembali ke Jakarta, ke rumahnya. Satu minggu liburan di Pesisir Bunaken, Manado, di kota asal ayahnya itu membuatnya tak nyaman. Ia ingin segera meninggalkan kota indah itu dan melupakan kenangan pahit di sana. KENANGAN PAHIT…

“Zof, masuk! Sudah sore.” Oma menghampiri Azof.

“Iya bentar Oma, sebentar lagi,” jawabnya singkat.

“Kamu senang bisa berlibur ke sini lagi?” tanya Oma sambil mengelus kepala Azof.

Azof tak menjawab. Ia hanya tersenyum dan mengangguk. Entah benar atau tidak ia seolah senang berlibur di sana. Tapi tak ada yang tahu, jika sebenarnya hati seseorang bisa memendam rasa sedih tiap kali ia datang ke Manado, kampung halaman Papanya. Oma-pun kembali masuk ke dalam. Azof mengikuti dari belakang. Ia tutup jendela dan pintu balkon.

Malam harinya, keluarga Azof makan malam bersama di sebuah restoran dekat hotel itu. Azof, Mamanya, Jasmine, Oma, Opa, dan Tegar. Mereka mencicipi seafood kepiting asam manis Bunaken. Ditengah nikmatnya santapan dimalam itu, mereka sekeluarga berbincang hangat.

“Gimana Zof, apa kamu sudah punya pacar sekarang?” tanya Opa.

Azof kaget dan sempat tersedak “uhukk… uhukkk…” lalu meminum dua teguk air. “Ehm.. ehm.. Opa ini apaan. Enggak kok Opa.”

“Iya Pa, namanya juga Azof. Setahu Nia, dia belum pernah pacaran atau ngenalin satu perempuanpun.” Mama Azof menambahkan.

“Kau sudah dewasa, Oma sama Opa percaya, kamu bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Kalo kamu memang mau memutuskan fokus kuliah, ya lebih bagus,” ujar Opa menasehati.

Lalu, Jasmine, adik Azof meledek “kalo Kak Kiran itu gimana tuh?” sambil menyikut lengan Azof di meja.

“Apa lagi lo? Gosipin aja,” sambil bercanda dengan memperlihatkan wajah pura-pura kesal.

“Hayoloh siapa?” sahut Tegar, sepupu Azof yang ikut meledek.

“Dia masih sodara aku. Yaa sodara jauh sih dari suami Tante, adiknya Mama, ya kan, Ma? Apalagi kita kan sekomplek, aku akrab banget sama dialah. Mama tahu itu, iya kan Ma?” sambil melirik ke Mamanya. Mamanya mengangkat pundak sambil tersenyum.

Oma-pun mengingat masa lalu Azof dan Kirana “oh ya? Kirana yang waktu itu ya? Dulu terakhir Oma ketemu dia pas kamu SMP kelas satu. Pasti sekarang tambah cantik ya udah besar. Keakraban kalian betul-betul awet.”

“Iya Oma…” jawab Azof singkat.

***

Pagi itu, Azof, Mama, dan Jasmine bersiap akan pulang ke Jakarta. Azof senang, dan ingin segera mengabari saudara sekaligus sahabat terbaiknya itu, lalu ia menelepon Kirana.

Melodi Abu [ ✔️ Completed ]Kde žijí příběhy. Začni objevovat