•°•June•°•

1.2K 150 205
                                    

Juni ini terasa begitu menyakitkan, aku tidak bisa menggerakkan kakiku, bahkan duduk saja aku sudah tak mampu. Yang bisa kulakukan sekarang hanya berbaring dan bernafas dengan bantuan selang oksigen yang dipasangkan beberapa hari lalu atas desakan dari Tenn-nii.

Dia sebenarnya memaksa agar aku kembali dirawat secara intensif di rumah sakit tapi aku menolak keras, dan berjanji akan memberitahu nya sebuah rahasia. Rahasia besar yang telah ku sembunyikan selama hidupku ini.

Sekarang sudah masuk musim panas, biasanya orang-orang akan menggunakan AC atau kipas angin untuk menetralkan suhu tubuh mereka dikarenakan cuaca.

Tapi di kamarku yang ada malah pemanas ruangan, aneh bukan? Ya tidak terlalu aneh sih, karena aku merasa kedinginan bukan kepanasan. Itu membuat yang lain merasa tersiksa ketika berada dikamarku, hanya segelintir orang yang bisa bertahan.

"Nii."

"Ya? Kau butuh sesuatu Riku?"

"Janji–"

Dia mendekatkan diri padaku, menatapku serius, tapi senyumnya tak pernah luntur.

"Wak–tuku."

"Jika kau ingin membicarakan hal yang tidak berguna itu lagi, maka lupakanlah Riku, lebih baik kau beristirahat," potongnya.

"Bunga."

"Hah? Riku sudah Tenn-nii bilang jangan buang-buang tenaga mu untuk bicara hal yang tidak perlu."

"Penen–tu."

"Riku."

"Tidak bohong."

"Kujou-san maklumi saja ucapannya, dia sedang demam tinggi bukan? jadi tak perlu heran bila mendengar racauan anehnya."

Iori masuk tanpa permisi, tapi ucapannya dibalas anggukan oleh Tenn-nii. Hah, jadi dia lebih percaya Iori ya? Yasudahlah, yang penting aku sudah mengatakannya bukan?

...

Ulang tahun Nagi yang seharusnya dirayakan dengan penuh suka cita malah disambut dengan tangis. Dan tentu saja dalangnya adalah aku.

Aku tak sadarkan diri selama dua hari, dan saat bangun malah kembali memuntahkan cairan merah yang terasa seperti metal. Maaf semua.

...

Ahaha berapa lama lagi ya? Bisakah aku tetap sadar kedepannya. aku ingin melihat wajah ceria mereka sebelum aku pergi, bukannya wajah khawatir yang penuh air mata.

Lihat, sekarang aku juga ikut-ikutan menangis karena kalian! Menangis dalam diam, itu rutinitas baru ku setiap malam. Bibirku sudah terlalu keluh untuk ku gerakkan, aku hanya berharap masih bisa menarik nafas.

Riku POV
—End—

...

Tenn POV
—Start—

"Riku, ayo buka mulutmu. Lihat ini bubur yang aku buat. Spesial hanya untuk adikku tercinta! Nah."

Sejak kapan hatiku sekuat ini? Kapan terakhir kali aku menangis? Ah kurasa lima hari yang lalu.

Saat dimana aku melihat Riku berkali-kali memuntahkan darah dari mulutnya, adikku sekarang terlihat seperti mayat hidup. Tubuhnya yang kelewat dari kurus dan kulitnya yang berwarna putih pucat, ditambah dengan ruam kehitaman di bawah matanya. Itu dapat membuat siapapun yang melihatnya merasa iba.

Bagaimanapun kerasnya usahaku untuk menyuapinya sesendok makanan, itu semua akan menjadi sia-sia. Bibirnya yang dulu ranum sekarang putih dan kering, aku tak pernah lagi melihat senyum indahnya terukir disana. Mulutnya tak pernah lagi terbuka untuk memanggil ku Tenn-nii.

The Last PetalOnde histórias criam vida. Descubra agora