°•°Desember (2)°•°

1.3K 159 315
                                    

"Riku, jangan melamun, jangan kosongkan pikiranmu. Pikirkanlah sesuatu yang membuatmu bersemangat, agar kau tak mengantuk."

"..."

"Riku? Riku! Izumi Iori!"

Aku buru-buru bangkit dari pangkuan Tenn-nii. Entah kekuatan darimana sehingga aku bisa berdiri selama beberapa saat sebelum kembali jatuh. Membuat selang infus di tangan ku lepas, begitu juga dengan selang oksigennya, kacau!

Ugh! Lambungku rasanya diaduk-aduk, panas, perih, serta sensasi lain yang membuatku tak nyaman berbaur menjadi satu. Dapat kurasakan sesuatu mengalir naik melewati tenggorokanku. Air yang tadi ku minum, semuanya keluar bersama cairan asam.

Iori dengan cepat segera kembali menggantungkan kantung infus di tiangnya. Membantu Tenn-nii mendudukkan ku, lalu berlari keluar.

Rasanya sakit, tenggorokanku seperti terbakar. Tak lama Iori kembali dengan Sougo-san serta Tsunashi-san di belakangnya. Entah apa yang dia bawa, aku tak terlalu jelas melihatnya.

Mataku berair, berat sekali. Inginku pejamkan tapi Tenn-nii kembali melakukan sesuatu yang membuatku tersentak dan memaksaku mempertahankan kesadaranku dengan susah payah.

Karpet ku sudah dibawa keluar oleh Tsunashi-san. Tenn-nii benar-benar memposisikan ku seperti bayi sekarang. Dengan Sougo-san yang mengelap wajahku menggunakan handuk basah. Tolong, ini memalukan.

Bibirku bergetar, entah kenapa aku malah menangis. Membuat Tenn-nii dan Sougo-san semakin cemas, sedangkan Iori masih mencoba untuk tetap tenang. Ah, dasar mood sialan!

"Riku jangan menangis. Nanti asmamu kambuh. Jangan menangis Riku! Kau sedang tidak memakai selang oksigenmu!"

Iori segera bersiap dengan inhaler di tangannya. Begitupun Sougo-san yang sudah pening melihat situasi ini. Aura seramnya seakan ingin keluar akibat pusing bercampur khawatir.

Benar saja asmaku kambuh beberapa saat kemudian, namun dengan cepat dapat diatasi oleh ketiganya. Dokter datang saat aku hampir kehilangan kesadaranku.

Sesaat sebelum menutup mata aku dapat mendengar isakan kecil keluar dari mulut Tenn-nii. Orang paling kuat yang pernah aku kenal kini menangis.

Saat aku kembali membuka mata, aku melihat Tenn-nii yang duduk disamping kasurku dengan tatapan kosong. Aku mencoba menarik perhatiannya dengan gerakan kecil. Dan dapat kulihat sorot kebahagian di matanya ketika tatapan kami bertemu.

"Riku? Kau bangun?"

Aku mengangguk lemas, tangan hangat Tenn-nii terasa begitu nyaman saat bersentuhan dengan kulitku yang  dingin.

"Tenn-nii"

"Hm? Apa yang kau butuhkan?"

"Tidak," aku menggeleng, tidak ada yang kubutuhkan selain dirinya saat ini.

Aku menatap saudaraku dengan pandangan sayu. Seulas senyum kutampakkan agar dia tak terlalu khawatir. Aku baru sadar kalau dua benda yang sebelumnya terlepas sudah kembali terpasang dengan rapi.

"Kujou mandilah dulu, ini hampir jam 7 dan kau belum mandi dari kemarin," Yamato-san berucap dari balik pintu.

"Ii~" aku berusaha menggodanya dengan sisa tenaga yang kupunya. Kesal, ia mencubit kedua-dua pipiku yang sepertinya tak lagi chubby.

"Dasar! Sakit masih saja menggoda kakaknya. Jaga dia Izumi Mitsuki, aku mandi dulu."

"Kenapa bukan aku?" Yamato-san nampak bingung.

"Aku tidak percaya pada leader mesum seperti dirimu Nikaido Yamato."

"Hati onii-san kuat kok."

"Riku, aku mandi dulu ya? Jika butuh sesuatu ada Izumi Mitsuki bersamamu," ujarnya lalu mengecup dahiku dan keluar dari kamar.

The Last PetalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang