°•°July°•°

2.2K 196 217
                                    

Kapan ya semua hal diluar nalar ini dimulai? Oh aku ingat, itu hari ulang tahunku yang ke-19, dimana teman-teman datang ke dorm untuk merayakannya. Juga kakak kembarku, yang datang untuk bertukar hadiah.

Tentu saja aku senang, atmosfer ruangan tempat pesta berlangsung benar-benar hangat. Tapi semua kesenangan yang ada berubah menjadi kekhawatiran, kala aku tumbang di tengah acara.

"Riku! Ada apa denganmu?"

Aku bisa mendengar suaranya tapi rasanya tubuhku tak lagi memiliki kekuatan bahkan untuk sekedar membuka mata.

Saat aku siuman, aku sudah berada di rumah sakit, lengkap dengan selang oksigen serta selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhku.

Kutolehkan kepalaku ke samping dan yang aku lihat adalah Mitsuki. Tertidur dengan posisi duduk dan tangan menyilang di depan dada.

"Mitsuki."

Kuraih tangannya dengan susah payah, membuatnya terlonjak karena hampir kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

"Riku? Astaga kau sudah sadar?! Tunggu disini! Aku akan memanggil dokter."

Dengan tergesa-gesa dia bangkit dan berlari keluar tanpa memperdulikan penampilan nya yang acak-acakan. Aku bahkan tertawa kecil melihat rambutnya yang mencuat, bajunya yang terangkat sebelah, serta celana yang terlihat sedikit melorot.

Apa keadaanku ini ada kaitannya dengan benda itu? Hmm benar juga, hanya tersisa satu. Jadi wajar kalau aku tiba-tiba pingsan tanpa sebab.

Tak lama tiga orang berbaju putih masuk bersama Mitsuki. Penampilan Mitsuki sekarang lebih rapi dari yang tadi, tunggu, wajahnya memerah? Pfft kurasa aku baru saja mendapatkan kartu baru.

Dokter memeriksaku dengan telaten, cukup lama sampai pemeriksaannya berakhir. Setelah mereka keluar Mitsuki langsung menerkamku. Ah bukan, maksudku memelukku erat.

"Riku! Syukurlah! Kupikir kau tidak akan bangun huhu."

"Memangnya berapa lama aku tidak sadarkan diri Mitsuki?"

Aku mengerti maksud Mitsuki, pasti aku tak sadarkan diri selama 1 atau 2 hari sehingga membuatnya secemas ini.

"Delapan hari! Sekarang sudah penghujung bulan tau!"

Eh. Ternyata lebih lama dari perkiraan. Entah kenapa aku merasa akan mendapat ceramah dari seseorang, mungkin dua orang lebih tepatnya. Aku harus menyiapkan mentalku untuk itu.

"Riku, apa kau lapar?"

"Yah, sedikit. Tapi aku tidak mau bubur~"

"Kau belum boleh makan yang berat-berat Riku. Bubur atau tidak sama sekali, oke?"

"Mistuki~ sekali ini saja ya."

"Tidak! Kuberi kau pilihan untuk makanmu hari ini. Bubur atau ceramah Iori?"

"Ck baiklah."

Ugh. Padahal tadi aku ingin mengancamnya, tapi kenapa malah aku yang diancam? Hah, lihat tampang songongnya itu, seolah dia baru saja memenangkan turnamen tingkat dunia.

"Kalau begitu aku akan segera kembali," Mitsuki menutup pintu, meninggalkanku seorang diri. Entah apa, tapi tiba-tiba saja perasaanku jadi tidak enak.

Benar saja, beberapa menit setelah Mitsuki pergi, Iori datang dan membuka pintu dengan kasar.

"Nanase-san! Kau sudah siuman? Bagaimana perasaanmu?"

Iori berjalan mendekat ke arah ranjangku. Kedatangannya kusambut dengan senyuman. Oh tentu saja, aku akan mengabaikan pertanyaannya barusan. Mari kita anggap itu hanya sekedar angin lalu.

The Last PetalWhere stories live. Discover now