37 + sin 53° ÷ cos 37° - 1

159K 28.9K 11K
                                    

"Re."

"Hm?"

"Lo harusnya nggak perlu ngelakuin ini."

Dari atas motor, Re memakai helm fullface warna hitam miliknya. Hujan baru berhenti setelah setengah jam berubah jadi rintik-rintik kecil. Menyisakan parkiran Bina Indonesia dengan genangan air di sana-sini.

Laki-laki itu hanya melirik Kai yang berdiri di sisi motor dari kaca spion. "Ngelakuin apa?"

"Belain gue di aula tadi."

"Dih, siapa belain lo?"

Kai merengut. "Gue serius."

"Ya gue juga serius." Re akhirnya memutar tubuh sedikit, mengulurkan helm lain yang dia bawa ke tangan gadis itu.

Kai mengabaikannya dan mendecak. "Dengerin. Gue bener-bener apresiasi bantuan lo di aula tadi, tapi gue sama sekali nggak mau bikin lo harus milih di antara ibu lo atau—"

"—atau cewek gue?" Re menyela spontan, membuat ucapan Kai refleks terhenti. Gadis itu berdeham sekali, mengusir gugup.

"Iya."

"Iya apa?"

Kai menatap Re seolah menimbang mau memukulnya sekarang atau nanti. "Iya, gue nggak mau bikin lo harus milih antara ibu lo atau cewek lo. Puas?"

Re tertawa kecil. "Banget." Laki-laki itu memasangkan helm yang daritadi dipegangnya ke kepala Kai. "Lo mau tau kenapa gue berdiri di aula tadi?" Dia berbicara sembari mengaitkan tali di bawah dagu Kai. "Karena waktu lo speak up, lo bikin gue inget Ibu. Waktu gue disidang karena tawuran, Ibu juga speak up kaya lo. Bedanya, dia speak up buat nge-cover kesalahan gue, dan semua itu justru jadi beban buat gue selama bertahun-tahun."

Kai mengerjap. Jawaban itu di luar dugaannya.

"Kali ini gue nggak mau nge-cover kesalahan dia. Gue nggak mau Ibu ngerasain semua rasa bersalah yang gue rasain selama ini."

Helm itu selesai dipasang.

"Lo bener-bener bikin gue sadar, sayang sama orang bukan berarti kita selalu ada di pihak yang sama. Justru butuh lebih banyak keberanian buat ngelawan mereka dan nunjukin kalo yang mereka lakuin itu salah."

Re tersenyum.

"Makasih ya, Kai."

Mampus.

Kai sudah lupa bisa jadi semanis apa Re Dirgantara—

"Nah, sekarang lo mau pulang atau mau ngeliatin gue aja sampe besok?"

setidaknya sampai berandal itu membuka mulut menyebalkannya lagi.

"Siapa juga yang ngeliatin lo?!"

"Ya cewek gue lah."

"Diem."

"Lah kan emang cewek gue?"

"DIEM BISA GAK SIH LO?"

Re tertawa refleks dan menutup kaca helm Kai. "Yaudah naik, lemot."

Kai menggerutu sembari menggapai bahu Re untuk merayap naik ke atas Ducati yang tinggi.

"Makasih juga ya, Re."

Gadis itu mengucapkannya kelewat pelan begitu mereka sudah meluncur keluar ke jalan raya, tapi Kai yakin Re mendengarnya karena laki-laki itu menarik lengan Kai melingkari pinggangnya. Petrikor menguar kuat dari jalanan Jakarta seiring mereka melaju meninggalkan Bina Indonesia.

Setidaknya sampai ponsel Kai bergetar dan gadis itu melonggarkan pelukannya untuk mengecek pesan yang masuk.

Kenan Aditya: Kaii

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang