50 ÷ √625 × 5⁴ ÷ 5²

226K 30.9K 33.5K
                                    

a/n:

hi there! ^^

pertama-tama, maaf update-nya lama seperti biasa, hehehe. kedua, makasih banyak (BANYAAKK) buat penantian, pengertian, dan dukungannya <3

ketiga, khusus final chapter ini (IYA INI FINAL CHAPTER NANGIS BGT) bakal aku bagi ke dalam dua bagian, karena KEPANJANGAN PAKE BANGET HAHAHAH.

kapan aku update bagian keduanya? yah, berdoa aja, tapi aku usahain secepet mungkin. masih kuat nungguin, kan? (harus sih)

yang jelas ga nyampe desember karena (EHM) insyaallah desember A+ bakal *sensor* HDKAGDJAGSKDGJAK kalau penasaran mending follow ig aku @ itschocotwister ^^

sekian notes agak ngawur dari aku. jangan lupa bismillah soalnya aku sendiri takut ngetik bab ini jadi yaudah gws kalian semua <3

SELAMAT MEMBACA!

.

"Kamu yakin nggak apa-apa?"

Bramantyo Sadewa tidak pernah menduga akan ada suatu saat dalam hidupnya di mana dia disetiri oleh wanita secantik dan sekharismatik Katrin Wimana— tapi itulah yang sedang terjadi sekarang, percaya tidak percaya.

"Nggak apa-apa, Tante."

Tremornya sudah mereda, sekalipun detak jantung Io masih melonjak-lonjak tidak karuan. Mahasiswa psikologi itu melirik ke arah wanita di sampingnya.

Aura Katrin benar-benar mirip dengan Aurora di pertemuan pertama. Asing, dingin, sulit didekati. Mereka punya gestur yang senada— dagu yang selalu terangkat, bahu yang selalu tegak, mata yang selalu menuang jarak.

"Jadi?"

Bahkan gaya bicara mereka pun hampir sama.

"Kamu tahu lokasi persis area ini?"

Io mengangguk, mencoba terlihat percaya diri. Hal yang sedikit butuh usaha ekstra kalau sudah di hadapan Katrin atau Aurora. Keduanya sama-sama punya efek menyebalkan itu— menyerap lenyap kepercayaan diri orang lain.

"Dulu saya sering nonton balap liar di sana, Tan," jelasnya, membuat alis Katrin sedikit terangkat. "Pemilik tanah di sana setuju areanya disewa setiap akhir tahun. Tapi beberapa bulan lalu, tanahnya dibeli. Pemilik barunya nggak kasih izin sewa."

Katrin masih fokus ke jalanan, sesekali melirik kaca spion tengah. Memastikan deretan mobil polisi, ambulans, dan sedan yang membawa orang tua lainnya masih berada di belakang. Jakarta macet. Lalu lintas berjalan lambat. Klakson hampir sepuluh detik sekali mengudara, berbaur dengan nyaring sirine.

"Dan kamu pikir pemilik baru area itu suami saya?"

"Saya dan Aurora." Io meralat. "Waktu itu kami lihat mobil suami Tante masuk ke sana sekitar jam satu pagi."

"Jam satu pagi." Katrin mendengus, seolah menyadari sesuatu. "Jadi ke situ dia pergi."

Io melirik sedikit, lagi. Kalau mau jujur, sebenarnya ada banyak hal yang ingin dia tanyakan pada Katrin. Misalnya apa yang membuat wanita itu tiba-tiba banting setir melawan suaminya, atau apa yang membuatnya repot-repot membawa rombongan polisi dan mengumpulkan para orang tua, demi membongkar apa yang diduga sebagai bisnis ilegal Antonio Wimana. Tapi lidahnya terkunci. Io tidak mau terdengar seperti mencurigai wanita ini. Laki-laki itu memilih diam dan membiarkan keheningan menguasai mobil. Setelah beberapa menit berlalu, Katrin akhirnya kembali angkat bicara.

"Antonio selalu melibatkan saya," ucapnya. "Di setiap ikatan bisnis, di setiap kontrak, bahkan di setiap keputusan minor. Ada tanda tangan kami berdua di semua dokumen resmi Wimana Group. Orang-orang pikir itu karena posisi saya penting, tapi saya tahu Antonio melakukan itu supaya kalau salah satu permainan kotornya bocor, kami berdua sama-sama masuk penjara. Jadi kalau saya nggak mau masuk penjara, saya terpaksa harus menyelamatkan dia juga. Klasik." Katrin mendengus. "Tapi ada satu urusan yang dia tangani sendiri tanpa saya."

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang