6 × 8 : 16 + 3

200K 32.6K 3.7K
                                    

.

"Sekali lagi Ibu ucapkan selamat."

Bu Nadia, selaku Kepala Sekolah SMA Bina Indonesia, tersenyum dari balik bingkai kacamatanya.

"Karena kamu pendatang baru, mungkin orang tua kamu bingung. Sampaikan saja kami tidak akan mengirim tagihan SPP bulan ini karena kamu masuk 3 besar."

Kalypso mengangguk ragu-ragu. "I-iya, Bu."

"Kalau begitu kamu boleh pulang."

Gadis itu mengangguk sekali lagi sebelum beranjak keluar ruangan. Koridor gedung utama sudah sepi. Memang biasanya tidak ada yang berkeliaran di sini kecuali punya urusan dengan guru-guru. Kai juga tidak menjumpai siapa pun dalam perjalanannya menuju gerbang.

Diam-diam gadis itu menghela napas lega. Karin, Thalia, dan Saski memang sudah bilang bahwa semua akan baik-baik saja. Orang-orang hanya terkejut karena murid pindahan sepertinya bisa menghancurkan formasi empat besar yang semula permanen.

Tapi, tetap saja, Kai tidak bisa menghilangkan kecemasannya. Di satu sisi, dia sangat bersyukur karena Mama tidak perlu bingung membayar SPP bulan itu. Di sisi lain, berbagai pikiran buruk memenuhi benaknya. Apalagi dengan kejadian di toilet siswi tadi..

Dia yakin seseorang seperti Aurora tidak akan membiarkannya lolos begitu saja. Balerina itu kelihatan benar-benar marah tadi. Entah apa yang akan terjadi kalau si cewek minimarket-Ale-tidak datang.

Kai akui hari ini dia tidak bersikap seperti biasa. Sejujurnya Kai bukan tipikal cewek-cewek lemah yang tidak bisa membela dirinya sendiri- tapi rasanya lain kalau sudah berhadapan dengan murid-murid superior Bina Indonesia itu. Aura intimidatif mereka sudah bisa Kai rasakan dalam radius beberapa meter.

Tidak bisa dibilang berlebihan, mengingat mereka punya serba kelebihan sementara dia masih merasa sulit beradaptasi dengan lingkungan.

Gadis itu akhirnya menyusuri trotoar dengan lesu. Kompleks sekolah perlahan terlewat, tapi mendung yang menaunginya tidak begitu saja menghilang. Kai bahkan tidak sempat mengecek apakah gang sempit yang biasa dilaluinya aman atau tidak, padahal sebelum ini dia selalu waspada.

 Kai bahkan tidak sempat mengecek apakah gang sempit yang biasa dilaluinya aman atau tidak, padahal sebelum ini dia selalu waspada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau ke mana, Neng?"

Kai terkesiap. Tawa parau itu tiba-tiba mengagetkannya. Kakinya secara otomatis mundur dua langkah.

Segerombolan laki-laki paruh baya dengan postur tubuh yang besar mengerumuninya. Wajah mereka semua menyeringai, seolah baru saja dapat mangsa.

Kai meneguk ludah. Menyadari bahwa dia lah mangsanya.

"M-mau pulang."

"Pulang lewat mana?" Salah seorang yang bertubuh cungkring tertawa lagi. "Sini Abang anterin."

Kai menarik tangannya dengan cepat sebelum preman itu berhasil menyentuhnya. Tapi percuma saja, perlawanannya justru membuat gerombolan itu semakin tertarik. Kini mereka semua mengulurkan tangan untuk meringkus Kai.

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang