(7 - 3) : 2 + 5

191K 31.9K 3.7K
                                    

.

"Anjing."

Sumpah serapah meluncur mulus dari bibir gadis itu. Bel rumah yang berbunyi adalah sumber masalahnya. Ale melongokkan kepala dari jendela kamarnya di lantai dua, memandang ke bawah untuk menemukan siapa pengacau yang berani mengganggu tidur siangnya.

"Udah gila ya, lo?" teriak cewek itu emosi. "Ngapain siang bolong gini ganggu orang?"

Bahkan dari jarak seperti itu, Ale bisa melihat tamunya nyengir tak berdosa. Laki-laki itu melambai ke arah Ale dengan semangat.

"Ale-aleee! Bukain, dong!"

Gadis itu mengacak rambutnya yang sudah berantakan dari tadi. "Mati aja lo, Ken!" omelnya keras-keras.

Meski begitu, langkahnya membawanya turun ke lantai satu dan mengambil kunci gerbang. Ale membuka pintu depan dengan kasar, meneruskan langkahnya, sampai akhirnya jarak antara dia dan tamunya hanya tersisa beberapa meter.

Dari balik kisi-kisi pagar, Kenan tersenyum polos. Ale serasa ingin menonjoknya.

"Gue hajar juga lo lama-lama."

Cowok itu tertawa. "Galak amat si Eneng. Lo ada mie instan, nggak? Di rumah gue abis."

Ale mendengus, jemarinya memutar kunci pada gembok pagar. "Katanya peringkat 2, tapi bego. Cari mie instan itu di minimarket, bukan di rumah gue."

"Lo kan tetangga gue yang paling baik. Harus mau berbagi, dong."

"Bacot."

Kenan tertawa lagi. "Mulut lo harus dicuci sebelum hari kiamat dateng, Le."

Ale mengerucutkan bibir sebelum berbalik masuk ke dalam rumah, meninggalkan Kenan dengan gembok yang sudah terbuka. Kenan mendorong gerbang ke samping, kemudian masuk ke teras. Laki-laki itu segera menguncinya kembali dan menyusul Ale masuk ke dalam rumah.

Gadis itu sedang berdiri di dapur, membuka lemari penyimpanan makanannya lebar-lebar. Mencomot tiga jenis rasa mie instan dan meletakkannya di atas meja. Matanya dialihkan ke arah Kenan dengan tajam, seakan menyuruhnya memilih dengan cepat dan tanpa basa-basi.

"Gue masak di sini, ya?"

Ale mengerang jengkel. Wajahnya dibenamkan ke tangkupan kedua telapak tangan, frustasi. "Lo tuh ganggu banget, tau nggak?"

"Iya, gue tau. Makasih."

"Yaudah kalo tau harusnya lo—" Ale menghentikan ucapannya. Seperti baru saja menyadari sesuatu. "Mana kacamata lo?"

"Ilang."

"Lo pikir gue bego?"

"Emangnya lo pinter?"

Ale mengembuskan napas kesal. Matanya segera saja menemukan hal lain yang membuatnya dua kali lipat lebih heran. "Lo habis berantem, Ken?"

Kenan refleks menyentuh sudut bibirnya. Refleks yang salah. "Ini?" tanyanya pura-pura. "Enggak, tadi kepentok pintu."

"Kepentok pintu macem apa bisa jadi gitu?"

"Ih kok lo jadi perhatian?"

"Bajingan."

Kenan tertawa, lagi. Laki-laki itu memilih satu mie instan tanpa banyak bicara lagi. Mengambil panci kecil, menuang air, dan meletakkannya di atas kompor.

Sementara itu Ale melipat kedua lengannya di dada, duduk di salah satu kursi, mengawasi kalau-kalau tetangganya itu menghancurkan dapur.

"Lo nggak dikeroyok, kan?"

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang