8 × 8 : 8 + 0

187K 32.4K 4.7K
                                    

.

Mampus gue, mampus gue..

Kai menyumpah-nyumpah dalam hati sewaktu berlari di trotoar.

Hari itu hari Senin, tapi dia baru bangun tidur jam enam pagi. Padahal kata Karin, upacara mulai persis jam setengah tujuh.

Kai menggigit bibir, napasnya sudah tidak beraturan. Dia benar-benar tidak mau kena hukuman.

Di SMA-nya yang dulu, murid yang terlambat harus berdiri di bagian depan lapangan sampai upacara selesai. Setelah insiden peringkat kemarin, Kai benar-benar tidak butuh jadi pusat perhatian lagi.

Gadis itu akhirnya mencapai parkiran waktu suara Bu Lastri, petugas tatib, menggema lewat pengeras suara. Menyuruh agar anak-anak segera menuju lapangan utama, karena upacara akan segera dimulai. Kai perlahan memelankan langkah, mengatur napasnya yang terengah-engah.

Untung masih selamat gue-

TINNNN! TINNNNN!

Gadis itu melonjak terkejut. Ducati Panigale V2 warna hitam merah menyenggol sikunya keras dari sisi kanan. Kai terjatuh ke tanah dengan bunyi memuakkan.

"Aahh!"

Derum nyaring motor besar itu baru berhenti beberapa detik kemudian. Pengendaranya memarkir motor semeter dari lokasi Kai.

Gadis itu bisa melihat penabraknya adalah cowok jangkung dengan helm full-face warna hitam. Tapi alih-alih datang dan menolong, si cowok justru berseru.

"Nggak sengaja!"

Nggak sengaja?

Kai menahan emosinya yang sudah sampai ubun-ubun. Darah perlahan mengucur dari lututnya yang menabrak semen. Kulitnya tergores dalam sepanjang dua senti.

Gadis itu berusaha bangkit dan berjalan pelan-pelan ke arah penabraknya.

"Turun."

Laki-laki itu melepas helmnya. Matanya menatap Kai malas.

"Ada masalah?"

Kai merasa akan meledak. "GUE BILANG TURUN!"

Si cowok tidak merespons. Alisnya terangkat sebelah. "Lo nggak tau siapa gue?"

"Lo nggak tau arti tanggung jawab?" balas Kai dingin.

"Jangan drama." Cowok itu justru tertawa, bergerak turun dari motor. Kai mundur selangkah. "Sebagus apapun akting lo, gue nggak tertarik."

Telinga Kai nyaris berasap.

"Brengsek," bisiknya.

Laki-laki itu memiringkan kepalanya ke satu sisi, sepenuhnya heran. "Lo bilang apa?"

Kai menggertakkan gigi. "Brengsek," sahutnya menantang. "Karena kelakuan lo emang brengsek."

Lawan bicaranya maju selangkah. Mendesak Kai untuk mundur. Punggung gadis itu membentur stang motor di belakangnya.

Dia terjebak.

"Jangan sembarangan kalo ngomong."

Kai memaksakan tawa hambar mengalun meski tenggorokannya sudah sangat kering. "Lo yang jangan sembarangan kalo nyetir."

"Gue nggak ngerti kenapa lo bisa seberani ini." Laki-laki itu maju selangkah lagi, menyisakan lima senti di antara wajahnya dan wajah Kai. "Tapi lo harus belajar sopan santun."

Kai mengepalkan tangan, napasnya tertahan di paru-paru. Jarak mereka terlalu dekat.

"Mundur," desisnya marah. Dia nyaris bisa merasakan napas cowok itu di wajahnya. "Gue bilang mundur."

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang