"PROLOG ; Proposal Haunted"

2.4K 211 5
                                    

𝗔/𝗡 𝗥𝗨𝗟𝗘𝗦 𝗠𝗨𝗦𝗧 𝗥𝗘𝗔𝗗 : :

• Fiksi asli author, mengandung sedikit konspirasi, misteri dan logika luar nalar (sumber: artikel, film, buku & game)
• DILARANG KERAS PLAGIAT ataupun MENGAMBIL IDE HAK CIPTA.
• Mengandung sensitif content (author berusaha menerangkan sisi baik dari setiap adegan trsbt)
• Jangan BERARGUMEN dahulu dan mengatakan PLAGIAT jika belum membaca chapter sampai selesai.
-
> Diharapkan jgn menanyakan apa agama author/penulis sendiri. Karena itu termasuk hak privasi dan terka saja <

“SAYA bukan orang murahan bisa dituduh seenaknya, brengsek!” Murka laki-laki itu mempercetak urat-urat kemarahan sekitar leher

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SAYA bukan orang murahan bisa dituduh seenaknya, brengsek!” Murka laki-laki itu mempercetak urat-urat kemarahan sekitar leher. Granat waktu turun menyapu permukaan bumi. Kakinya mendorong keras apapun di depannya, untuk melampiaskan emosi. Tetiba memandang koper kecil itu, emosinya menurun.

Mudah menjinakkan orang satu ini bagaikan khayalan, jejemari lentiknya meremas kuat pinggir sofa sampai kuku-kuku menghiasi itu menembus permukaannya. “Bukan mencanangkan bak menyebar berita palsu, kawan.”

“Tetapi kenyataan,” sambung seseorang di sebelahnya.

Iris cokelat gelap itu menjelajah seluruh sudut-sudut bangunan. Bukan, tak bisa disebutkan rumah. Anggap saja kastil menyamar bangunan begitu besar di bagian terpencil. Memiliki tiga tingkat, basement, attic, beberapa ruangan seterusnya.

“Tenanglah. Kami bertiga berusaha mengirimkan pembantu setidaknya empat orang setiap Minggunya. Akan tetapi ....”

Ada jeda diperkataannya.

“ ... pencahayaan di sini sangat buruk. Mungkinkah kau menambahkan penerangan, terlebih lagi basement?” pungkasnya mengalihkan pembicaraan, diiringi suara berisik gagak melintasi bangunan ini.

Mengundang pasang mata mereka, berharap jika mengiyakan agar tak sedikit mencolok dari keadaan. Perempuan berdarah Jerman itu menarik sudut bibirnya tipis—membuat lengkungan kecil mempesona. “Semuanya aman. Kami bisa memberi jaminan berupa uang, asalkan kalian tak terganggu dengan aktifivitas-aktivitas—”

“Maafkan saya, Stefanny. Tetapi saya benar-benar tak setuju dengan semuanya. Dan harap kalian bertiga segera pulang dari sini karena kita membatalkan perjanjian.”

Laki-laki berumur dua puluh lima tahun disebelah Stefanny berdecak sebal sambil meraih koper itu. “Secara baik-baik kita—”

“Baiklah, terima kasih,” sela Stefanny cepat mengadakan kontak mata pada rekan-rekannya. Ia mengangguk kecil lalu meninggalkan bangunan khas Eropa ini dengan perasaan dongkol.

Pikirkan saja, mereka bertiga jauh-jauh terbang ke negeri lain hanya untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada bangunan, serta latar belakangnya. Namun, perjanjian tertolak mentah-mentah tentu tak membuahkan hasil.

Helaan napas terdengar. “Demi Tuhan, apa dia tidak merasakan hawa apapun?!” ujarnya memberi tekanan sedikit pada perkataan. Dua rekan laki-lakinya mulai tersulut emosi, bahkan berkeinginan membakar rumah kutukan langsung.

“Hanya ada satu cara.”

Caranya ...?

“Menjadi jamuan mereka semua.” 

” 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HOMICIDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang