[17] "Disguised Trap; Get Into a Trap."

208 26 5
                                    

Noraa, the original visual moment perfect.

What do you think? Gadis cantik yang berbakat pada bidang karate dan memanah, mampu membidik sasaran tepat satu tarikan anak panah.

Berkali-kali memenangkan kompetisi akademi seni-bela diri karate Indonesia, berhias sabuk hitam melingkar rapi di pinggangnya, ia bisa membawa nama sempurna untuk dikenal masyarakat.

Selain itu, nilai-nilai yang hampir seluruhnya terisi 'A+' dan dijuluki Queen of Perfection-dikelilingi oleh orang-orang tak kalah sempurna hingga membuat mereka iri sampai berharap Noraa adalah dirinya.

Namun, dibalik kesempurnaan itu, banyak ribuan misteri terpendam dalam lubuk hati. Salah satunya trauma berat dan tekanan batin.

"Sialan!"

Lagi-lagi. Mimpi itu datang menghampiri Re disaat terlelap-lelapnya. Menghantui pikiran bahwa siswi berprestasi tersebut tewas terbunuh karena Re.

Tetapi kenyataan itu tidak benar.

Hening kesunyian malam menemani deruan napas tak terkontrol. Jam bergerak semestinya, menjadi saksi bisu Re terlalu memikirkan hal itu sampai kedua tangannya gemetar.

Ia meraih handphone di atas nakas. Kepanikannya melonjak naik, saat menerima hampir 29 panggilan tak terjawab-kurang lebihnya 6 orang menelepon diwaktu beruntun. Dada Re bergemuruh takut, setelah membaca gelembung chat yang dikirim Cava beberapa jam lalu.

Zevanya Cava
-

Cadenza kecelakaan.
Dia kritis.

“Di mana Cadenza?!” Tiba-tiba datang tak diundang, kehadiran Re yang rusuh pada tengah malam di rumah Cava membuatnya kesal sekaligus bingung.

Tampilan acak-acakan—lebih mirip sedikit orang tak mempunyai gairah kehidupan terpampang jelas. Napas Re memburu, tangannya menggoncang bahu cewek itu—memaksa memberi tau keberadaan Cadenza.

“Keadaannya gimana? Cadenza kenapa? Kasih tau gue, please ....”

“Wait—Cadenza kenapa?”

Seketika keduanya terdiam. Refleks memandang satu sama lain dan memiliki pertanyaan sama. Apa-apaan ini?

“Lo ngechat gue sekitar jam sepuluh?” tanyanya.

Cava menggeleng. “Enggak. Dan serius handphone gue hilang entah kemana.”

Semenjak pulang dari sekolah, Cava sibuk dengan barang bawaannya. Tumben sekali cewek itu memesan ojek online, padahal kebiasaannya mengendarai mobil 24/7.

Saat melewati polisi tidur, kendaraan yang ditumpangi hampir jatuh. Tak sempat untuk rem, karena kecepatan motor dikendarai mencapai 50km. Disaat itulah, barang terpentingnya jatuh dari saku cardigan dan Cava tidak menyadarinya. 

Re menarik dan mengembuskan napas perlahan sebelum berkata. “Serius gue khawatir sama keadaan Cadenza. Paling gak bisa liat dia kenapa-napa, apalagi keadaan bahaya.”

Pada dasarnya Re merupakan sosok perhatian walaupun terlihat tak peduli. Tak heran bila ia cepat tanggap di satu situasi. Cewek berbaju tidur di depannya melipat kedua tangannya sembari berpikir keras. Jika mencoba akrab lebih dalam lagi bisa saja Re terbuka dengan cara itu.

“Nyawa Cadenza enggak aman.” Setelah berkata sedemikian rupa, refleks rahang Re mengeras—ekspresi wajahnya menjadi menyeramkan dan galak.

Re tersenyum simpul mendengar pernyataan benar tadi. “Ada yang jebak kita.”

Sejak hubungan dengan Noraa entah Cava memburuk, Cadenza sebisa mungkin menghindari interaksi sekecil apapun dengan mereka. Terlihat jelas kehadirannya tak diterima baik.

Namun, ketidaksadarannya membuat sikap ‘berbeda’ di hadapan Noraa justru menjebaknya semakin dalam. Bersikap seolah dia sangat penting dan harus dilindungi—apalagi dengan Re, membuatnya angkuh.

“Hey, Sialan! Keluarkan aku dari sini!” Lantang suara Cadenza terdengar. Daya tangkap telinganya bekerja baik, hingga cewek itu menyadari ada kehadiran seseorang di belakangnya.

Cadenza menatap belakang, lalu figur laki-laki tinggi 178 cm terlihat. “Hentikan permainan bodoh ini. Kita tak saling kenal, apa yang kau inginkan?!” tegas Cadenza dengan suara bergetar. Sembari berusaha melepaskan tali yang melilit tangan dan kakinya di kursi.

Laki-laki itu cepat mencengkram dagu mangsanya setelah mendengar perkataan tadi. Mendadak seperti ada rasa lain hinggap di hati, tatkala Cadenza memandang kedua mata tajam itu.

Dejavu?

“Tutup mulutmu sialan! Kau sendiri yang datang memulai konflik ini.”

Ia meringis. “Ah ... Sepertinya aku tau apa maksud perkataanmu.” Respons seadanya itu mempererat cengkraman, seolah mengatakan kata ‘ya’ secara tak langsung.

“Kau akan mati.”

Baru dua langkah berjalan, upaya Cadenza menahan laki-laki itu agar tetap di sini sia-sia. Wajar saja perihal pertanyaan itu diutarakan, siapa lagi yang tak suka padanya?

Cewek itu mengambil napas sebelum mengatakan semuanya. Namun baru akan membuka mulut, laki-laki di hadapannya langsung membungkam. “Ada banyak orang tidak suka karena sikapmu. Ubahlah pikiran mementingkan diri sendiri dan lihat orang lain.”

Dia tau..?

“Aku tidak peduli. Lakukan tugas sesuai permintaan bosmu. Lalu sampaikan, jangan bersikap pecundang bermain sembunyi-sembunyi. Hanya sampah yang berani seperti itu,” jawab Cadenza dengan pandangan memancarkan keangkuhan. Meski begitu ada upaya jangan melawan dan tidak berbuat apapun, karena takut sesuatu terjadi menimpa Re. 

a/n : hehehe..

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 26, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HOMICIDESWhere stories live. Discover now