[14] "Discussion; Disappeared Without a Trace."

185 31 0
                                    

"Prologue; Prefix Between Us

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Prologue; Prefix Between Us."

Sinar matahari lembut menerpa kulit, menciptakan rasa hangat pada pagi ini. Aula sekolah penuh sesak murid-murid baru, semua saling bertegur sapa.

"Hey, boleh kenalan?" Disaat itu, aku terpesona oleh tatapan tajam bernetra cokelat terang. Seolah membius hatiku yang teramat dalam.

Jarang sekali dia memberikan senyuman, tapi pada pertemuan pertama itu, dia benar-benar terlihat tulus. "Garendra Hernandez."

Nama yang bagus. Setiap saat, aku memperhatikanmu dari kejauhan. Pahatan wajah sempurna dan aura positif muncul—membuat sebagian orang lain nyaman didekatnya.

Namun, tak berulang kali aku cemburu. Melihatmu dikelilingi dan disukai banyaknya perempuan cantik. Jika takdir mempersilahkan, bisa saja rasa suka ini ku nyatakan detik itu.

Tetapi aku tau, bahwa tentang menyimpang dari seorang teman dan melanggar.

— Page 17

“Ez! Sumpah, siapa sih yang bikin rumor gue hamil?!” gerutu Cava kesal. Mengingat kejadian beberapa waktu lalu bisa membuatnya naik pitam diambang kemarahan.

Kedua tangan dilipat kedepan dada. “Kek ... sengaja banget jatuhin gue gitu. Kalo mau by one depan muka, jangan main belakang. Najis bat cuih.”

Ekspresi masam bercampur kesal menjadi topeng wajahnya. Boneka pinguin ia jadikan target pukulan—membayangkan bahwa itu kepala sang musuh. Melihat pemandangan seperti tadi, Ezra hanya diam menyimak kekesalan Cava. Menjadi pendengar meskipun tak ada balasan.

“EZRAA! LO DENGER GUE KAN??!” teriak Cava keras. Refleks Ezra menutup telinga sembari menampilkan wajah tak suka dengan perilaku tadi.

“Berisik, Cava!”

“Ih, kok lo git—”

“Lo gak liat gue lagi apa?” Netranya jatuh pada layar monitor menyala terang di sana. Menampilkan suasana sepi berwarna abu-abu—karena pengaruh kamera infrared yang sengaja dijatuhkan beberapa hari lalu.

Pantulan cahaya remang-remang muncul pada permukaan botol kaca berisi miniatur tersebut. Lantas bahu Ezra menegak sembari menggeser mouse cepat. “Kamera cuma satu?” tanya Cava disela-sela keheningan.

“Gue lupa taruh. Sialan.”

Jejemari panjangnya bergerak memijit pelipis yang berdenyut sembari memberikan arahan pada temannya yang mencatat semua progres pada dokumen. Sebelum meninggalkan area mengerikan tersebut, Ezra berusaha mengingat-ingat apa yang ditemukan pada sudut lorong.

Pikirannya seolah stuck, tidak dibiarkan membuka memori ingatan lebih dalam karena kapasitas sedikit penuh. Ah, lupakan.

“AIH, BENTAR-BENTAR!”

Arahan telunjuk Cava pada sudut kiri monitor menunjukkan sebuah pantulan cahaya jika dikilatkan. Cowok itu menyipit—berusaha memperjelas apa yang dimaksud dari pantulan tersebut.

Sebuah kunci.

Mereka menemukan hal baru.

Ophiuchus.

Seruan santai menusuk indra pendengaran membuat keduanya serempak menoleh ke belakang.

Ophiuchus, sebuah zodiak ke-13 yang berada di antara Scorpio dan Sagitarius. Kendati belum diakui sebagian astronomi, tetapi menarik ditelisik lebih dalam. Kehadirannya bukan sesuatu yang baru.

Suasana bandara cukup ramai orang lalu-lalang menunggu jemputan pribadi. Gadis bersurai pirang itu berdecak sebal, berulang kali ia menelepon seseorang untuk menjemputnya tak kunjung datang.

Genggaman pada pegangan koper makin erat setelah hujan deras dan geluduk bersuara di atas sana.

Rasanya sedikit takut mengingat suatu memori buruk. Janji beberapa waktu lalu untuk tidak kembali lagi ke Jakarta dan membawa luka lama sepertinya dilanggar. Namun, semuanya buyar saat tangan kekar memeluk pinggang rampingnya dari samping.

“Lama sekali, sialan,” protesnya membuat cowok itu tertawa kecil. 

“Gue—maksudnya, aku nunggu kamu di depan.” Suara berat Re membuat perhatian gadis disampingnya teralih.

Sempat terbesit keinginan untuk muntah mendengar kata ‘aku-kamu’. “Menjijikkan, Garendra. Kata-kata itu kurang pantas dengan dirimu.”

“Astaga ... berasa belajar kosakata gue.”

Di tengah pembahasan mengenai masalah, sempat-sempatnya Re menghisap sebatang rokok—usil-usil menyembulkan asap pada gadis Skotlandia di sampingnya. Masa bodoh dengan amukan itu, penting ia bahagia.

“Ngomong-ngomong, siapa yang menduduki peringkat paralel dari satu tingkatan?”

“Noraa.”

Dari jawaban yang diberikan, ia menjadi tercengang sekaligus terdiam. Tak menduga prestasi Re dipertahankan mati-matian sejak semester 1-3 tiba-tiba bergeser. Re seolah terlihat santai posisinya menjadi 2. “Jadi tujuanmu ke Indonesia hanya menanyakan prestasi saja?”

Gadis bersurai pendek sebahu itu sepertinya salah menanyakan hal berhubungan dengan peringkat. Jauh-jauh hari ia belajar sedikit demi sedikit kosakata Indonesia dan membuat topik obrolan lebih asik. Begitu memikirkan sesuatu hal penting yang hilang, akhirnya ditemukan layaknya pop up.

“Perempuan berdarah Jerman. Masih ingatkah kau tentang Stefanny yang ku ceritakan beberapa waktu lalu?”

Pertanyaan tersebut langsung terkoneksi dipikiran Re cepat. “Tentu, dia pernah meminta bekerjasama dengan perusahaan.”

“Ah, sialan! Mengapa kau tidak memberitahukan itu padaku?” jawab Christina melempar bungkusan snack secara asal. Dengusan terdengar menandakan gadis itu sebal.

“Maaf, aku lupa.” Re menampilkan cengiran tak berdosa, mendapati pergerakan bola mata malas.

Begitu sampai di mana mobil terparkir, netra cokelat terangnya menangkap siluet seseorang cukup dikenali. Entah siapa, tetapi bisa dirasakan kehadirannya. Lantas Christina menoleh sekilas pada mobil seberang sana.

“Sebelum menghilang tanpa jejak, beliau pernah mengatakan sesuatu pada rekannya.” Kata ‘beliau’ sudah sangat familiar di telinga Christina. Re memanggil Stefanny dengan sebutan ‘beliau’.

Menjadi jamuan mereka semua.

a/n : bagi yg lupa siapa Christina, bisa baca antara chapter 4-5

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

a/n : bagi yg lupa siapa Christina, bisa baca antara chapter 4-5.

HOMICIDESWhere stories live. Discover now